Webinar Series 10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode
(1) Pra-Pandemi COVID-19 (2014 – 2019); (2) Pandemi COVID-19 (2020 – 2022);
dan (3) Post-pandemi COVID-19 (2023 – saat ini)
Senin, 16 Desember 2024
Seri Webinar ini terdiri atas 3 pertemuan:
- Pertemuan 1 yang dilaksanakan pada hari Senin, 16 Desember 2024 pukul 13.00 – 15.00 WIB yang membahas 10 Tahun Kebijakan JKN dalam 3 Periode: Pra pandemi COVID-19 (2014-2019)
- Pertemuan 2 yang dilaksanakan pada Rabu, 18 Desember 2024 pukul 10.00 – 12.00 WIB yang membahas 10 tahun kebijakan JKN dalam Periode : Pandemi Covid-19 (2020 – 2022) dan Post Pandemi Covid-19 (2023 – saat ini)
- Pertemuan 3 yang dilaksanakan pada Senin, 30 Desember 2024 pukul 13.00 – 15.00 WIB yang membahas analisis Kebijakan Pendanaan dari tahun 2014-2022 dalam Perspektif Reformasi Sektor Kesehatan serta Analisis Kebijakan dalam Konteks Keberlanjutan Pelaksanaan JKN pada Masa Mendatang
Pertemuan pertama pada 16 Desember 2024, Andreasta Meliala, Dr. dr. DPH., MKes, MAS, menyampaikan pembukaan pada webinar ini mengenai perjalanan kebijakan jaminan kesehatan di Indonesia dimulai dengan UU SJSN tahun 2004, yang diikuti oleh UU BPJS pada 2011 dan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 2014. JKN bertujuan untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) dan telah mencakup 83% populasi Indonesia pada 2021, menjadikannya sistem asuransi kesehatan terbesar di dunia. Namun, tantangan besar tetap ada seperti kesenjangan akses antara daerah perkotaan dan pedesaan, masalah distribusi fasilitas kesehatan, tingginya pengeluaran out-of-pocket (OOP), serta kendala dalam mutu dan pencegahan kecurangan. Pandemi COVID-19 menjadi titik penting dalam sejarah JKN dengan perubahan pendanaan dan penurunan jumlah pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi JKN, mengidentifikasi tantangan dan merumuskan strategi untuk penguatan JKN dalam RPJMN 2025-2029. Pertemuan pertama ini membahas beberapa materi:
- Pengantar 10 tahun Kebijakan JKN
- Dinamika pelaksanaan JKN pada masa Pra pandemi COVID 19 (2014-2019)
- Kebijakan-kebijakan di luar Pendanaan
- Analisis Keseluruhan
Selanjutnya pemaparan materi pada sesi 1 yaitu “Pengantar 10 tahun Pelaksanaan Kebijakan JKN” yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD. Materi ini membahas mulai dari latar belakang terjadinya UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011), apa tujuan dan bagaimana pencapaiannya serta perspektif reformasi kesehatan untuk menganalisisnya. Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan implementasi dari UU SJSN (2004) dan UU BPJS (2011) yang bertujuan untuk menjamin akses kesehatan dan pemerataan layanan bagi seluruh rakyat Indonesia.
JKN dikembangkan pasca-krisis ekonomi 1997/1998 untuk melindungi masyarakat miskin melalui program seperti Jamkesmas dan Askeskin, hingga diterapkan pada 2014 dengan target Universal Health Coverage (UHC). Meski cakupan UHC mencapai 97%, JKN masih menghadapi tantangan seperti ketimpangan akses antarwilayah, defisit BPJS, dan fraud. Kebijakan Single Pool, meski efisien, sering menyebabkan ketidakadilan distribusi layanan di daerah terpencil. Pandemi COVID-19 menjadi ujian ketahanan JKN, terutama dalam mekanisme pendanaan. Selama 10 tahun, tantangan ini menegaskan perlunya reformasi sistem kesehatan. Webinar ini mengevaluasi pencapaian JKN melalui prinsip equity sesuai Pasal 34 UUD 1945, demi akses dan keberlanjutan layanan kesehatan yang lebih merata.
Lalu materi sesi 2 yang berjudul “Dinamika pelaksanaan JKN pada masa Pra pandemi COVID-19 (2014-2019)” yang dipaparkan oleh M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH menjelaskan mengenai perkembangan ekonomi makro, perkembangan dana Kemenkes, perkembangan kepesertaan, analisis klaim per segmen BPJS, analisis klaim per penyakit per segmen, analisis klaim per regional BPJS serta analisis klaim per penyakit per regional. Materi ini menjelaskan analisis klaim BPJS JKN 2015–2019 menunjukkan dominasi regional I dalam jumlah pasien dan biaya klaim, terutama untuk penyakit katastropik seperti kanker, jantung, stroke, gagal ginjal, dan diabetes melitus, dengan total biaya klaim mencapai 46 triliun rupiah pada 2019, jauh lebih tinggi dibandingkan regional IV dan V yang hanya 1,5 triliun rupiah. Segmen PBPU dan PPU mencatat biaya klaim tertinggi, sedangkan PBI memiliki biaya klaim terendah. Kesenjangan ini mencerminkan tantangan pemerataan akses dan kualitas layanan kesehatan di daerah dengan keterbatasan sumber daya, seperti regional IV dan V.
Materi sesi 3 berjudul “Pemerataan Pelayanan Rumah Sakit” yang disampaikan oleh Elisabeth Listyani, SE. MM yang menjelaskan pada tahun 2019, jumlah rumah sakit (RS) di Indonesia tercatat 2.809 yang mana jumlah ini mengalami peningkatan dibanding tahun 2012 yang hanya 2.083. Jumlah ini mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 4% setiap tahunnya. RS swasta for profit mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 15%, sementara RS publik tumbuh 7%, dan RS non-profit mengalami penurunan sebesar -4%. Secara regional, pertumbuhan rumah sakit tertinggi terjadi di Jawa, mencapai 5–20%, diikuti oleh Sumatera dan Bali dengan pertumbuhan rata-rata 8–11%, serta Kalimantan sebesar 6%. Sebaliknya, wilayah Indonesia Timur menunjukkan pertumbuhan paling lambat, hanya 1–3%, akibat tantangan infrastruktur dan akses layanan kesehatan yang masih terbatas. Hal ini mencerminkan adanya ketimpangan pengembangan layanan kesehatan di berbagai wilayah.
Materi Sesi 4 yang berjudul “Pemerataan SDM Kesehatan” yang disampaikan oleh dr. Srimurti Rarasati, MPH menyampaikan bila pada periode 2014–2019, meskipun berbagai kebijakan seperti UU Pendidikan Kedokteran 2013, UU 36/2014, dan Permenkes terkait telah diterbitkan untuk meningkatkan jumlah dan distribusi tenaga kesehatan, Indonesia masih menghadapi ketimpangan SDM kesehatan. Pertumbuhan jumlah dokter, terutama dokter spesialis, terkonsentrasi di Regional 1 (Pulau Jawa) dengan provinsi besar seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur mencatat peningkatan signifikan, sementara Regional 4 (Kalimantan) dan Regional 5 (Indonesia Timur) mengalami kekurangan tenaga medis memperlihatkan perlunya reformasi dalam perencanaan dan pengelolaan SDM kesehatan.
Materi sesi 5 berjudul “Kendali Mutu dan Biaya” yang disampaikan oleh Eva Tirtabayu Hasri, MPH yang memaparkan bahwa Kendali mutu dan biaya dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk pelaksanaan tugas TKMKB (Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya) yang belum optimal meskipun telah ada sejak sebelum JKN. Sosialisasi yang kurang efektif menyebabkan beberapa rumah sakit belum memiliki TKMKB, dan pelaksanaan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) terkait efisiensi dan efektivitas masih rendah. TKMKB berperan sebagai jembatan komunikasi antara BPJS Kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi permasalahan, tetapi keterampilan analisis data anggota TKMKB dan pemanfaatan Clinical Pathway (CP) sebagai alat kendali mutu dan biaya masih perlu ditingkatkan. Dengan perbaikan kendali mutu dan biaya, pelayanan kesehatan diharapkan lebih efisien dan bermanfaat bagi masyarakat.
Materi terakhir di sesi 6 yang berjudul “Kebijakan Fraud” yang disampaikan oleh drg. Puti Aulia Rahma, MPH, CFE, memaparkan bahwa Fraud dalam konteks kesehatan merujuk pada tindakan penipuan untuk mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah, seperti pengajuan klaim palsu, overbilling, dan penggunaan identitas palsu. Dampak fraud mencakup kerugian finansial, penurunan kualitas layanan, dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan. Untuk pencegahan, kebijakan yang diterapkan meliputi audit dan pengawasan rutin, edukasi kepada penyedia layanan, serta sistem pelaporan yang mendorong partisipasi masyarakat dan tenaga kesehatan. Langkah-langkah ini bertujuan mengurangi fraud, meningkatkan efisiensi, dan membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Selanjutnya, analisis secara keseluruhan dalam webinar sesi 1 yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD, menyimpulkan bahwa kebijakan JKN belum berhasil mendorong reformasi sistem kesehatan nasional yang menyeluruh. Ketimpangan pendanaan, distribusi fasilitas kesehatan, serta kualitas pelayanan masih menjadi tantangan utama. Ketergantungan BPJS pada PBI APBN dan ketidakseimbangan dalam alokasi dana antar wilayah memperburuk masalah ini. Selain itu, kebijakan kontrol mutu, biaya, dan pencegahan fraud juga masih belum efektif. Rencana reformasi sistem kesehatan yang semula direncanakan pada 2019 terhenti akibat pandemi COVID-19, yang turut mempengaruhi implementasi JKN ke depannya. Materi webinar ini sangat relevan dengan beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 3 (kesehatan yang baik dan kesejahteraan) untuk semua yang berfokus pada pemerataan akses layanan kesehatan, peningkatan kualitas pelayanan, dan pencegahan fraud dalam sistem JKN. Selain itu, pembahasan mengenai ketimpangan akses kesehatan antar wilayah dan segmen masyarakat juga berkaitan dengan SDG 10 (mengurangi ketimpangan) yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi. Webinar ini juga mencerminkan pentingnya kemitraan antara pemerintah, BPJS, rumah sakit, dan masyarakat dalam memperkuat sistem kesehatan, sejalan dengan SDG 17 (kemitraan untuk mencapai tujuan) untuk mencapai sistem kesehatan yang inklusif, berkelanjutan, dan merata.
Penyelenggara Acara: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FKKMK UGM
Reporter: Fadliana Hidayatu Rizky Uswatun Hasanah