Reportase Webinar Seri 3: Menganalisis Kebijakan Pendanaan dari Tahun 2014-2022 dalam Perspektif Reformasi Sektor Kesehatan dan Melakukan Analisis Kebijakan dalam Konteks Keberlanjutan JKN

30 Desember 2024

Senin, 30 Desember 2024, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan sesi ketiga sekaligus terakhir dari rangkaian webinar yang sebelumnya telah dilaksanakan pada 16 dan 18 Desember 2024. Dalam sesi ini, topik yang dibahas mencakup analisis kebijakan pendanaan sektor kesehatan periode 2014-2022 dalam perspektif Reformasi Sektor Kesehatan serta analisis kebijakan dalam konteks keberlanjutan pelaksanaan JKN pada masa mendatang.

Rangkaian webinar yang menghadirkan pakar kebijakan, peneliti, dan praktisi Kesehatan untuk mengupas tuntas perjalanan satu dekade implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia. Sebagai penutup dari rangkaian webinar, sesi 3 ini dirancang untuk memberikan wawasan komprehensif dan solusi inovatif terkait keberlanjutan sistem kesehatan di Indonesia, khususnya dalam konteks penguatan peran JKN.

Evaluasi 10 Tahun JKN: Hambatan dan Rekomendasi untuk Meningkatkan Keadilan Sosial dalam Industri Sektor Kesehatan

Webinar series bertajuk “Hambatan dan Rekomendasi Meningkatkan Keadilan Sosial dalam Industri Sektor Kesehatan” yang disampaikan oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD ini menyoroti berbagai tantangan implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) selama satu dekade. Pembahasan mencakup tiga periode utama implementasi JKN. Pada periode pra-pandemi (2014-2019), sistem pendanaan JKN menunjukkan ketidakadilan antar segmen dan wilayah, dengan ketergantungan pada APBN dan APBD yang terbatas. Masa pandemi (2020-2022) memberikan surplus pendanaan BPJS berkat Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), namun hal ini bukan hasil dari perbaikan sistem. Pasca-pandemi (2023-sekarang) berfokus pada transformasi sistem kesehatan, dengan penekanan pada mutu dan keadilan layanan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan 2023.

Selama 10 tahun perjalanan JKN, berbagai tantangan muncul dalam memastikan prinsip keadilan sosial dan keberlanjutan sistem kesehatan. Kebijakan single pool yang diterapkan memungkinkan alokasi dana untuk masyarakat miskin tersedot ke kelompok yang lebih mampu, sementara analisis per segmen belum dilakukan secara optimal. Pendanaan berbasis INA-CBGs dirancang untuk efisiensi, namun berisiko memengaruhi mutu layanan, terutama di daerah terpencil dengan akses fasilitas yang minim. Pandemi COVID-19 menyoroti kelemahan sistem, seperti ketergantungan pada APBN dan defisit yang terus terjadi. Meski terjadi surplus selama pandemi, tantangan keberlanjutan finansial tetap besar. Selain itu, industri rumah sakit domestik menghadapi kesenjangan dengan negara-negara tetangga dalam persaingan internasional dan keterbatasan layanan di wilayah terpencil. Untuk masa depan, reformasi menyeluruh yang mencakup pencegahan fraud, peningkatan pendanaan, dan pengelolaan berbasis kebutuhan lokal sangat diperlukan demi menciptakan sistem kesehatan yang adil dan berkelanjutan.

M. Faozi Kurniawan, SE., Akt., MPH, juga memaparkan bahwa BPJS, meskipun menjadi pemain kunci, hanya menyumbang sekitar 30% pendanaan sektor kesehatan dan bukan satu-satunya pemberi dana. Sistem ini menghadapi tantangan besar dalam memastikan prinsip keadilan sosial, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 34 UUD 1945 dan UU SJSN. Dalam implementasinya, dana yang dialokasikan untuk masyarakat miskin melalui skema single pool sering digunakan oleh kelompok yang lebih mampu, menciptakan disparitas antar segmen dan wilayah. Model pembayaran INA-CBGs berbasis pasca tindakan medis mendorong rumah sakit untuk memperbanyak klaim, tanpa menjamin pemerataan dan mutu layanan. Dana PBI (Penerima Bantuan Iuran) sering kali tersedot untuk membiayai layanan di daerah yang lebih maju, bukan untuk wilayah terpencil yang sulit akses. Selain itu, belanja kesehatan Indonesia hanya sekitar 3% dari GDP, jauh tertinggal dibanding negara lain.

Industri kesehatan Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Ketergantungan pada BPJS memicu pertumbuhan rumah sakit swasta berbasis for profit di kota-kota besar, tetapi tidak merata di wilayah terpencil. Keterbatasan jumlah dokter dan minimnya implementasi task shifting memperparah ketimpangan layanan. Kurangnya regulasi untuk investasi kesehatan, khususnya di wilayah terpencil, juga menghambat daya saing Indonesia di pasar global seperti medical tourism.

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., PhD menekankan pentingnya reformasi sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk mewujudkan keadilan sosial yang sejati dan tidak hanya berfokus pada pencapaian Universal Health Coverage (UHC), tetapi juga memastikan peningkatan mutu layanan kesehatan yang benar-benar menjangkau dan memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. Salah satu langkah strategis yang diusulkan adalah revisi UU SJSN dan UU BPJS guna memastikan alokasi dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari APBN dan APBD benar-benar tepat sasaran bagi masyarakat miskin, sebagaimana diamanatkan Pasal 34 UUD 1945. Untuk mencapai hal ini, peningkatan transparansi dan akuntabilitas melalui mekanisme audit segmentasi dan validasi data peserta menjadi sangat penting, khususnya untuk mengurangi potensi fraud yang dapat mengakibatkan penyimpangan dana. Sistem penyesuaian premi yang lebih proporsional untuk segmen mandiri dan PBPU juga perlu diterapkan, mirip dengan mekanisme asuransi swasta. Pembangunan infrastruktur kesehatan melalui filantropi dapat memperluas akses layanan kesehatan di daerah terpencil, sementara diversifikasi pendanaan mendorong sektor swasta untuk berkontribusi lebih besar dalam pembiayaan kesehatan serta memperkuat kemitraan publik-swasta.

Masuknya peserta mampu ke segmen Penerima Bantuan Iuran (PBI) menjadi isu penting yang harus segera diatasi. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan untuk mengurangi fraud dan memastikan alokasi dana benar-benar digunakan sesuai sasaran, yaitu masyarakat miskin. Di sisi lain, kelas menengah sering kali terjepit dalam sistem yang memprioritaskan masyarakat miskin dan peserta mandiri. Solusi yang diusulkan adalah mengarahkan kelompok ini untuk mengakses layanan kesehatan komersial, sehingga dana BPJS dapat lebih fokus pada kelompok yang membutuhkan. Selain itu, peningkatan akses layanan kesehatan di wilayah terpencil membutuhkan regulasi yang mendukung investasi, seperti pemberian insentif pajak dan kerja sama dengan lembaga filantropi untuk membangun infrastruktur kesehatan yang memadai. Evaluasi 10 tahun implementasi JKN menunjukkan perlunya reformasi mendasar dalam sistem pendanaan dan pelaksanaan program untuk memastikan prinsip keadilan sosial terwujud. Rekomendasi utama mencakup revisi kebijakan, optimalisasi infrastruktur, peningkatan transparansi, dan diversifikasi pendanaan. Dengan pendekatan yang terintegrasi, JKN diharapkan mampu berkembang menjadi sistem kesehatan yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan.

Reformasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) memiliki kaitan erat dengan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG’s), khususnya pada tujuan ke-3, yaitu memastikan kehidupan yang sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Dengan memastikan alokasi dana Penerima Bantuan Iuran (PBI) tepat sasaran bagi masyarakat miskin dan meningkatkan mutu layanan kesehatan, JKN dapat mendukung pengurangan ketimpangan akses layanan kesehatan (tujuan ke-10) serta memperkuat sistem kesehatan yang inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, upaya mengurangi fraud, meningkatkan transparansi, dan memperkuat infrastruktur kesehatan di wilayah terpencil juga sejalan dengan target SDG’s yang menekankan pada keadilan sosial, penghapusan kemiskinan, dan penguatan kolaborasi global untuk pembangunan berkelanjutan (tujuan ke-1 dan ke-17). Dengan pendekatan yang terintegrasi, JKN dapat menjadi pilar utama dalam mendukung visi SDG’s di sektor kesehatan di Indonesia.

Materi Sesi 1

Materi Sesi 2


Penyelenggara Acara: Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FKKMK UGM

Reporter: Fadliana Hidayatu Rizky Uswatun Hasanah