Reportase Webinar
“Progres Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) Dan Momentum RPJMD”
Senin, 24 Maret 2025
Departemen Health Policy and Management dengan Minat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK) program studi Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan Webinar dengan tema “Progres Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) Dan Momentum RPJMD”. Kegiatan ini dibuka oleh moderator Lusha Ayu Astari, SKM., MPH selaku Dosen Departemen KMK FKKMK UGM, dilanjutkan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD selaku Guru Besar Departemen KMK FKKMK UGM serta pemaparan materi oleh narasumber Galih Putri Yunistria, SKM, ME, MPMA selaku Katimker Perencanaan 1 Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes. Webinar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penyusunan RPJMD dan posisi RIBK dalam perencanaan pembangunan daerah. Melalui diskusi ini, diharapkan para pemangku kepentingan, terutama di sektor kesehatan, dapat memahami strategi penyusunan RPJMD yang optimal, menyesuaikan prioritas kesehatan dengan visi-misi kepala daerah baru, serta mengoptimalkan pengelolaan kesehatan daerah dengan pendekatan berbasis bukti dan kolaboratif.
Pengantar : oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD (Guru Besar Departemen KMK FKKMK UGM)
Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD membuka diskusi dengan menyoroti pentingnya integrasi RIBK dalam perencanaan daerah, terutama dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Salah satu poin utama yang dibahas adalah bagaimana RPJMD harus berpedoman pada RIBK yang tertuang dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023. RIBK merupakan konsep baru yang belum banyak dikenal, namun memiliki posisi sentral dalam perencanaan kesehatan, baik untuk organisasi perangkat daerah (OPD), rumah sakit, maupun lembaga kesehatan lainnya, baik publik maupun swasta. Oleh karena itu, monitoring terhadap bagaimana RPJMD dan Renstra disusun menjadi hal yang krusial. Prof. Laksono juga menyoroti beberapa perubahan mendasar dalam kebijakan, seperti dihapuskannya mandatory spending dan pergeseran peran RIBK dalam perencanaan kesehatan daerah. Selain itu, ia menekankan bahwa Pasal 409 dalam undang-undang tersebut mewajibkan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran berbasis kinerja yang sesuai dengan rencana pembangunan daerah. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia kini memasuki era baru kebijakan kesehatan yang lebih berbasis evaluasi kinerja dengan merujuk pada RIBK dan RPJMN.
Sesi diskusi menghadirkan berbagai pertanyaan dan pendapat dari peserta. Elly, salah satu peserta, mempertanyakan bagaimana strategi daerah yang belum mencapai target 80% kepesertaan aktif dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menanggapi hal ini, Prof. Laksono menegaskan bahwa daerah perlu berpegang pada dokumen perencanaan yang sudah ditetapkan dan memastikan bahwa sektor kesehatan dalam RPJMD disusun dengan serius, bukan sekadar formalitas. Farid menyoroti 22 Indikator Strategis Sektor (ISS) dalam RIBK dan mempertanyakan apakah indikator tersebut harus dimasukkan dalam RPJMD atau cukup di Renstra. Ia juga menyinggung bahwa sektor ekonomi sering mendapat pembahasan lebih mendalam dalam RPJMD dibanding sektor kesehatan, padahal kesehatan juga merupakan prioritas. Dwi Asih mengangkat isu terkait anggaran layanan rujukan yang sangat besar, terutama karena BPJS diperkirakan hanya mampu membiayai layanan untuk penyakit katastropik dalam satu tahun ke depan. Ia menilai bahwa indikator proses dan input dalam perencanaan kesehatan masih kurang spesifik dalam menjawab tantangan teknis yang ada di lapangan. Diskusi juga menyoroti pentingnya pemerintah daerah menyusun RPJMD yang lebih strategis dan berorientasi pada kesehatan jangka panjang. Beberapa peserta menekankan perlunya koordinasi lintas sektor dan dokumen perencanaan yang lebih komprehensif agar kebijakan kesehatan tidak hanya menjadi pelengkap dalam dokumen RPJMD.
Dalam pengantar ini, Prof. Laksono kembali mengingatkan bahwa kunci utama dalam penyusunan RPJMD adalah memastikan bahwa sektor kesehatan memiliki porsi yang cukup dan dikaji secara mendalam. RPJMD harus disusun dengan serius agar bisa menjadi panduan strategis dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan di daerah. Webinar ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk merevisi RPJMD dengan lebih matang, sehingga kebijakan kesehatan yang dirancang benar-benar bisa menjawab tantangan dan kebutuhan kesehatan masyarakat saat ini.
Pemaparan Materi : oleh Galih Putri Yunistria, SKM, ME, MPMA (Katimker Perencanaan 1 Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes)
Webinar Pembahasan RIBK 2025-2029: Integrasi Kebijakan Kesehatan dalam RPJMD dan Renstra
Pada webinar ini Bu Galih menjelaskan bahwa RIBK disusun berdasarkan amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Dokumen ini menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), dan rencana anggaran kesehatan. Dalam paparannya, Bu Galih menekankan bahwa keberhasilan RIBK memerlukan keterlibatan aktif masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan. RIBK mengacu pada dokumen perencanaan nasional, termasuk RPJPN 2025-2045 yang menetapkan lima indikator utama kesehatan: usia harapan hidup, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), prevalensi stunting, insidensi tuberkulosis (TB), serta kepesertaan BPJS Kesehatan. Selain itu, RIBK juga selaras dengan RPJMN 2025-2029, yang mengutamakan kebijakan kesehatan nasional.
Program Strategis Sebagai Strategi Dalam Pencapaian Target RIBK 2025-2029
Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) memiliki peran strategis dalam mewujudkan visi Kesehatan untuk Semua dengan berfokus pada enam aspek utama. Pertama, peningkatan layanan kesehatan primer dilakukan melalui penguatan fasilitas kesehatan, peningkatan jumlah dan kompetensi tenaga medis, serta optimalisasi layanan promotif dan preventif guna mencegah penyakit sebelum berkembang lebih jauh. Kedua, penguatan akses layanan kesehatan rujukan menjadi prioritas dengan membangun rumah sakit berkualitas serta meningkatkan kapasitas layanan spesialis, sehingga masyarakat dapat memperoleh perawatan yang lebih komprehensif. Ketiga, ketahanan sistem kesehatan diperkuat dengan mendorong produksi alat kesehatan dalam negeri, meningkatkan kesiapan dalam menghadapi krisis kesehatan, serta memperkuat sistem surveilans penyakit untuk deteksi dini dan respons cepat terhadap wabah. Keempat, dalam aspek tata kelola dan pembiayaan kesehatan, RIBK menitikberatkan pada harmonisasi kebijakan, optimalisasi anggaran, serta peningkatan efisiensi pendanaan agar sistem kesehatan dapat berjalan secara berkelanjutan dan merata. Kelima, penguatan sumber daya manusia kesehatan juga menjadi fokus utama dengan penyediaan beasiswa, peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, serta distribusi tenaga medis yang lebih merata ke seluruh daerah. Terakhir, pemanfaatan teknologi kesehatan diakselerasi melalui integrasi data kesehatan, pengembangan precision medicine yang memungkinkan perawatan lebih personal dan efektif, serta digitalisasi sistem informasi kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan akses layanan bagi masyarakat.
Dengan langkah-langkah ini, RIBK berkomitmen untuk menciptakan sistem kesehatan yang inklusif, tangguh, dan berkelanjutan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.
Kerangka Pendanaan RIBK 2025-2029
Pendanaan RIBK menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun anggaran kesehatan. Saat ini, 80% kebutuhan anggaran telah dipetakan, mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta berbagai sumber lain seperti BPJS, hibah, dan investasi swasta.
Diskusi dan Tanya Jawab
Sesi diskusi menghadirkan berbagai pertanyaan dari peserta, antara lain:
-
Sintya menanyakan status finalisasi indikator RIBK serta leveling indikator dalam RPJMD dan Renstra. Mba Galih menjelaskan bahwa indikator di tingkat IKP dan IKK sudah final, tetapi implementasinya akan bergantung pada prioritas daerah.
-
Farid mempertanyakan apakah indikator PP1 sampai PP5 wajib dimasukkan dalam RPJMD. Saat ini, hal tersebut masih dalam tahap pembahasan.
-
Yudi dari Dinkes Jatim menyoroti perlunya simulasi pembagian tugas antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta implikasi DAU dalam implementasi RIBK.
-
Adriana dari Dinkes NTT meminta klarifikasi bagaimana indikator RIBK dapat diakomodasi dalam RPJPD dan RPJPN.
-
Ali SKM menyoroti pentingnya kepastian nomenklatur program dalam Renstra Dinkes serta hubungannya dengan SIPD.
-
Octavianus Ramba bertanya tentang sinkronisasi RIBK dengan Renstra Kementerian dan Lembaga terkait.
-
Zakaria dari SHI menanyakan apakah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk program JKN. Mba Galih menjelaskan bahwa kepesertaan JKN memang menjadi bagian dari RIBK, namun penganggarannya disesuaikan dengan kebijakan daerah.
-
Sawijan Gunadi menekankan perlunya pembagian tugas yang jelas antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta ketersediaan data capaian indikator di tiap daerah.
Penutup dan Tindak Lanjut
Prof. Laksono menutup webinar dengan menegaskan bahwa diskusi ini memberikan pemahaman lebih mendalam tentang progres RIBK dan integrasinya dalam RPJMD. Ke depan, perlu ada pembahasan lebih lanjut mengenai contoh konkrit implementasi RIBK di daerah, seperti di Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten Probolinggo. Sebagai tindak lanjut, webinar lanjutan akan digelar setelah Lebaran dengan pembahasan teknis mengenai implementasi RIBK di daerah. Diharapkan diskusi ini membantu pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan kesehatan yang lebih terarah dan efektif.
RIBK 2025-2029 memiliki peran strategis dalam mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals / SDGs), khususnya pada SDG 3 (Good Health and Well-Being). Dengan fokus pada peningkatan akses layanan kesehatan primer dan rujukan, ketahanan sistem kesehatan, tata kelola pembiayaan, penguatan SDM kesehatan, serta pemanfaatan teknologi, RIBK berkontribusi dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi, mengurangi penyakit menular dan tidak menular, serta memastikan cakupan kesehatan universal. Integrasi kebijakan kesehatan dalam RPJMD dan Renstra juga mendukung pencapaian SDGs lainnya, seperti SDGs 1 (No Poverty) melalui akses layanan kesehatan yang lebih terjangkau, SDG 4 (Quality Education) dalam peningkatan kapasitas tenaga kesehatan, serta SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure) dengan pemanfaatan teknologi kesehatan. Keberlanjutan dan efektivitas implementasi RIBK akan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta pemangku kepentingan lainnya.
Reporter:
Fadliana Hidayatu Rizky Uswatun Hasanah, S.Tr.Keb, Bdn
Putri Ardhani, M.KM
Iztihadun Nisa, SKM, MPH