Reportase
Penggunaan Dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital (DMI) Pada Tingkat Primer
“Kematangan Digital Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dan Integrasi Rekam Medis Elektronik”
18 Maret 2025
Pada Selasa, (18/03/2025) telah diselenggarakan Webinar Penggunaan dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital atau Digital Maturity Index (DMI) pada tingkat Layanan primer dengan tema “Kematangan Digital Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer dan Integrasi Rekam Medis Elektronik”. Acara ini diadakan secara daring dan dihadiri oleh berbagai tenaga kesehatan dan manajemen faskes di Indonesia yang meliputi pengelola dan pengguna Rekam Medis Elektronik (RME) dan Sistem Informasi di fasilitas pelayanan kesehatan primer dengan jumlah peserta sebanyak ± 190 peserta.
Sejalan dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, webinar “Penggunaan dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital atau Digital Maturity Index (DMI) di Tingkat Layanan Primer” oleh Departemen Manajemen dan Kebijakan Kesehatan yang berkolaborasi dengan Asosiasi Perguruan Tinggi Rekam Medis dan Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia (APTIRMIKI), bertujuan untuk mengevaluasi tantangan dan prioritas penerapan sistem informasi manajemen pelayanan kesehatan primer dan rekam medis elektronik di pelayanan kesehatan primer dalam mendukung transformasi digital di Indonesia.
Acara seminar diawali dengan sambutan oleh Bapak Dian Budi Santoso, S.KM, MPH, selaku Ketua umum APTIRMIKI. Ibu Tiomaida memaparkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman kepada peserta tentang penilaian kematangan digital dinas kesehatan . Acara ini sangat penting dan menjadi fokus utama yang mendukung Transformasi kesehatan. Digitalisasi tidak hanya berbicara tentang teknologi tetapi juga adanya perubahan budaya dan kapasitas sumber daya dalam mencapai kematangan digital RME pada masing – masing Dinas Kesehatan. Ia juga menyampaikan bahwa acara ini menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya dan adanya dukungan dari USAID CHISU, PORMIKI dan UGM. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan agar mampu mengetahui strategi untuk menilai kematangan digital dan strategi untuk meningkatkan kematangan digital.
Pada sesi pemaparan materi, diawali oleh Dr. dr. Guardian Y Sanjaya, Mhlthinfo, Dosen dan Peneliti di Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Universitas Gadjah Mada. Dr. Guardian menekankan Penilaian Kematangan Digital dan Transformasi Kesehatan Layanan Primer terutama dalam konteks interoperabilitas RME, strategi digitalisasi kesehatan, serta konsekuensi implementasi digital health. Dr. Guardian memaparkan bahwa digitalisasi layanan primer sangat diperlukan untuk meningkatkan akses, kesinambungan layanan, serta efisiensi dalam sistem kesehatan. Digitalisasi dalam pelayanan kesehatan juga terkait dengan implementasi Rekam Kesehatan Elektronik (RKE). RKE berfungsi dalam menyimpan data pasian sehingga perlu dibekali dengan sistem kebijakan yang mampu memastikan data pasien terdokumentasi dengan aman dan dapat digunakan secara efektif untuk pengambilan keputusan klinis. Transformasi digital yang memiliki tantangan dalam aspek keamanan data, interoperabilitas, serta kesiapan SDM kesehatan dalam memanfaatkan teknologi, memperlihatkan perlunya dilakukan Penilaian Kematangan Digital yang bertujuan untuk melakukan evaluasi kematangan digital di layanan primer guna memastikan kesiapan fasilitas kesehatan dalam mengadopsi sistem digital secara efektif.
Selanjutnya, pada sesi narasumber yang kedua berbagi tentang “Dimensi Kesiapan dan Literasi Kesehatan Digital dalam Mendukung Implementasi Teknologi Digital di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer” oleh Dian Budi Santoso, S.KM, MPH, selaku Ketua Umum APTIRMIKI. Dian Budi Santoso menyampaikan pentingnya kesiapan literasi di fasilitas pelayanan kesehatan primer (FKTP) dalam menghadapi transformasi digital. FKTP yang mencakup puskesmas, klinik pratama, serta praktik mandiri tenaga medis dan kesehatan, menjadi garda terdepan dalam layanan kesehatan masyarakat. Berdasarkan data terbaru, kematangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di FKTP Indonesia telah melampaui tingkat dasar dan menunjukkan potensi besar untuk terus ditingkatkan. Dalam mewujudkan digitalisasi layanan, terdapat tujuh dimensi kesiapan yang harus diperhatikan, yakni: core/need readiness, engagement readiness, technological readiness, societal readiness, learning readiness, policy readiness, serta acceptance and use readiness. Setiap dimensi mencerminkan kesiapan baik dari sisi infrastruktur, regulasi, sumber daya manusia, maupun penerimaan masyarakat terhadap teknologi. Selain itu, literasi kesehatan digital menjadi faktor kunci dalam memastikan keberhasilan implementasi teknologi ini, terutama dalam konteks aksesibilitas dan pemahaman masyarakat terhadap layanan berbasis digital. Dukungan regulasi seperti UU Kesehatan, UU Pelindungan Data Pribadi, dan Permenkes terkait rekam medis, Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk mendorong adopsi teknologi digital di sektor kesehatan secara menyeluruh.
Ibu Kori Puspita Ningsih, A.Md., S.KM., M.K.M., FISQua sebagai narasumber ketiga menyampaikan terkait “Kemampuan Teknologi Digital dalam Meningkatkan Mutu Layanan Fasilitas Kesehatan Primer”. Ibu Kori Puspita Ningsih menekankan urgensi pemanfaatan teknologi digital sebagai fondasi peningkatan mutu layanan. Isu-isu global seperti akses universal terhadap layanan kesehatan, pemanfaatan AI dan big data, serta perlindungan data pasien menjadi latar belakang pentingnya transformasi ini. Di Indonesia, sistem kesehatan yang belum terintegrasi masih menjadi tantangan utama yang memperberat beban kerja petugas kesehatan. Melalui kebijakan transformasi digital, Kementerian Kesehatan meluncurkan platform SATUSEHAT sebagai sistem rekam medis elektronik terintegrasi yang menghubungkan seluruh ekosistem layanan. Digitalisasi juga diwujudkan melalui integrasi aplikasi seperti SIMPUS, ASIK, dan WhatsApp untuk mendukung pencatatan layanan dalam dan luar gedung, seperti Posyandu dan kunjungan rumah. Kendati demikian, tantangan masih ada, mulai dari infrastruktur yang belum merata, keterbatasan SDM, hingga isu privasi data. Untuk mengatasinya, strategi seperti peningkatan infrastruktur, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan, serta penerapan kebijakan perlindungan data menjadi solusi utama. Sinergi teknologi dan kebijakan, layanan kesehatan primer diharapkan mampu menjadi lebih efektif, efisien, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat sepanjang siklus hidup.
Pemaparan terakhir disampaikan oleh Bapak Rohmadi, M.Kom yang menekankan “Pentingnya Ketersediaan Infrastruktur Sistem Informasi dan Keamanan Data sebagai Pondasi Utama dalam Mendukung Penerapan Rekam Medis Elektronik (RME) yang Interoperable Dan Aman Di Layanan Kesehatan Primer”. Ia menjelaskan bahwa kebijakan nasional, PMK No. 24 Tahun 2022 tentang penerapan RME dan peluncuran platform SATUSEHAT, menjadi acuan utama transformasi digital kesehatan di Indonesia. Namun, tantangan besar masih dihadapi, termasuk kesiapan infrastruktur teknologi informasi (TI), kualitas jaringan, dan aspek keamanan data. Dalam konteks puskesmas, peralatan standar seperti router dengan fitur firewall, switch managed, server untuk penyimpanan data, hingga sistem backup dan monitoring sangat diperlukan agar layanan digital berjalan stabil dan aman. Interoperabilitas sistem juga menjadi kunci suksesnya penerapan RME. Bapak Rohmadi menekankan perlunya penerapan standar komunikasi data seperti HL7, FHIR, DICOM, LOINC, dan SNOMED CT agar sistem RME dari berbagai fasilitas kesehatan dapat berkomunikasi secara aman dan efisien. Selain itu, keamanan data menjadi perhatian serius mengingat tingginya risiko seperti kebocoran data, akses tidak sah, serangan siber, hingga kegagalan perangkat keras. standar keamanan internasional seperti ISO 27001:2013 menjadi acuan dalam menjamin perlindungan data pasien. Keamanan tambahan seperti enkripsi data, autentikasi multi-faktor, kontrol akses berbasis peran (RBAC), serta audit log monitoring juga dibutuhkan untuk menjaga integritas dan kerahasiaan informasi. Dengan dukungan infrastruktur yang memadai dan keamanan data yang kuat, transformasi digital di layanan kesehatan primer dapat berjalan lebih optimal dan berkelanjutan.
Dalam sesi tanya jawab, peserta menyoroti ketimpangan digitalisasi antara Puskesmas di kota dan daerah terpencil. Dr. Guardian Yoki Sanjaya menjelaskan bahwa penilaian kematangan digital masih terbatas, seperti di Bantul, dan bersifat self-assessment dengan instrumen berbeda antara FKTP dan FKTL. Isu interoperabilitas data juga dibahas, khususnya pentingnya pertukaran data yang dua arah dan akurat antara layanan primer dan rumah sakit. Sistem seperti PIKIN dari BPJS menjadi contoh awal integrasi, meski belum menyeluruh. Peserta lain menyoroti tantangan literasi digital masyarakat dan keterbatasan infrastruktur di daerah. Digitalisasi tetap dinilai efisien, terbukti dari rumah sakit yang menghemat hingga Rp1,2 miliar. Peserta menekankan perlunya pemetaan infrastruktur dan keamanan data, yang bisa didukung oleh akademisi melalui inovasi. Selanjutnya juga dijelaskan bahwa sistem log mampu mendeteksi aktivitas mencurigakan dan integrasi sistem sebaiknya menggabungkan interoperabilitas dan redundancy data demi keamanan dan kesinambungan layanan.
Materi webinar dapat diakses melalui link : https://bit.ly/MateriWebinarDMIPrimer2025
Penyelenggara Acara: Sistem Informasi Kesehatan, Health Policy and Management, FK-KMK UGM
Reporter: Putri Ardhani