The 26th WONCA Asia Pacific Regional (APR) Conference 2025:

Sejalan dengan Upaya pencapaian Sustainable Development Goals ke 3, khususnya SDG 3: Good Health and Well-being, Konferensi WONCA Asia Pasifik 2025 resmi dibuka di kota Busan dan perwakilan dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan berkesempatan menghadiri konferensi internasional ini. Acara dibuka dengan sambutan dari Walikota Busan, yang menyambut hangat para peserta internasional serta menyoroti komitmen kota Busan dalam mendukung transformasi kesehatan global. Busan sendiri telah dinobatkan sebagai kota paling layak huni ke-6 di Asia selama dua tahun berturut-turut, mencerminkan kualitas hidup dan layanan publik yang tinggi—termasuk dalam bidang kesehatan.

Transformasi Layanan Primer: Kunci Mewujudkan Kesehatan Universal

Sesi pembukaan dilanjutkan oleh Ketua Panitia Konferensi, Dr. Sung Sunwo, yang memberikan pengantar mengenai pentingnya transformasi layanan kesehatan primer (primary care) dalam menjawab tantangan global, terutama peningkatan penyakit tidak menular (non-communicable diseases/NCDs).

Presiden Korean Academy of Family Medicine, Dr. Jae-Heon Kang, bersama Presiden WONCA Asia Pacific Region, Brian Chang, menekankan bahwa pelayanan primer bukan hanya soal akses, tetapi juga menyangkut nilai, kualitas, dan pemerataan layanan kesehatan. Negara dengan sistem PHC yang kuat terbukti memiliki akses kesehatan yang lebih setara, terutama bila mengedepankan pendekatan berbasis masyarakat (people-centred care).

Peran Vital Dokter Keluarga dalam Sistem Kesehatan Berkelanjutan

Dr. Karen Flegg, Presiden WONCA Global, menyampaikan bahwa dokter keluarga (family doctors) memainkan peran sentral dalam mengubah wajah layanan kesehatan. Dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis komunitas, PHC yang diperkuat oleh kedokteran keluarga mampu memberikan hasil terbaik dengan biaya terendah, sekaligus meningkatkan kepuasan pasien.
Ia menyoroti tiga pilar penting dalam mewujudkan cakupan kesehatan semesta (UHC):
  1. Menekan biaya layanan kesehatan,
  2. Meningkatkan investasi pada pelayanan primer, dan
  3. Mengalihkan pendanaan dari rumah sakit sekunder dan tersier ke layanan primer.

“A health system where primary care is the backbone and family medicine the bedrock, delivers best outcomes, lowest cost, and better satisfaction,” ujar Dr. Flegg, mengutip Margaret Chan, mantan Dirjen WHO.

WONCA sendiri berperan sebagai advokat utama bagi penguatan family medicine, mulai dari pengakuan peran tenaga medis dalam sistem PHC, pentingnya investasi dalam pendidikan kedokteran keluarga, hingga perlunya strategi kesehatan yang sadar akan krisis iklim (climate-conscious healthcare), di mana layanan primer memiliki peran penting dalam mengatasi isu-isu lingkungan dan kesehatan.

Mengenali Kebutuhan Gen Z: Pelayanan Kesehatan yang Culturally Competent

Dalam upaya menjembatani kesenjangan generasi, Indonesian College of Family Medicine memimpin sesi workshop bertajuk “Meeting Gen Z Where They Are”, yang bertujuan mengembangkan layanan kesehatan yang culturally competent dan relevan bagi generasi muda.

Dr. Fitriana Ekawati, MPH, PhD, Sp.KKLP dari FKKMK UGM membuka sesi dengan menggambarkan karakter Gen Z serta perbedaan ekspektasi mereka terhadap pelayanan kesehatan, dibandingkan dengan penyedia layanan yang mayoritas dari generasi sebelumnya. Mahasiswa UGM turut memberikan perspektif langsung mengenai kebutuhan dan harapan mereka terhadap sistem kesehatan yang lebih fleksibel, interaktif, dan berorientasi pada pengguna.

dr. Trevino Aristarkus Pakasi, FS, MS, Sp.KKLP, PhD dari Universitas Indonesia menambahkan pentingnya inovasi dan adaptasi dalam pelayanan primer di berbagai negara. Inovasi yang dibahas mencakup layanan digital, klinik khusus remaja, hingga penyediaan fasilitas seperti colokan listrik dan ruang konsultasi yang nyaman serta aman bagi remaja.
Ia menekankan enam prinsip layanan ramah Gen Z: lingkungan inklusif, pemisahan ruang dewasa dan remaja, fasilitas ramah remaja, layanan sensitif budaya, fleksibilitas, dan kolaborasi. Fokus utama adalah pada penanganan NCD, kesehatan mental, kesehatan reproduksi, penyalahgunaan zat, dan layanan akut.

Keterampilan Dokter dalam Memberdayakan Pasien Muda

Dr. dr. Dhanasari Vidiawati Sanyoto, M.Sc., CM-FM., Sp.DLP mengakhiri sesi dengan membahas kompetensi penting yang harus dimiliki tenaga kesehatan dalam membangun kepercayaan dan kolaborasi dengan pasien remaja. Di antaranya adalah komunikasi empatik, fleksibilitas waktu layanan, penghargaan terhadap kemandirian pasien, serta penekanan pada pentingnya consent dan confidentiality dalam setiap konsultasi.

Dokter harus mampu menjadi mitra yang memberdayakan, bukan sekadar penyedia layanan, serta membuka ruang diskusi yang jujur dan saling menghargai.

Implikasi Kebijakan

Bagi Indonesia yang saat ini tengah menjalankan transformasi sistem kesehatan, perlu mengemas integrasi layanan primer dan cek kesehatan gratis, dua perubahan terkini di pelayanan primer, dengan pendekatan berbasis keluarga. Temuan dan rekomendasi dari forum ini menegaskan pentingnya investasi pada kedokteran keluarga, pengembangan kompetensi tenaga kesehatan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan generasi muda, adopsi inovasi berbasis teknologi, serta dukungan JKN untuk pelayanan yang berbasis family medicine. Kebijakan Indonesia ke depan perlu semakin menekankan pada pendekatan people-centred care yang berkelanjutan, adil, dan efisien guna mendukung pencapaian Universal Health Coverage dan SDG 3 secara nasional.