Reportase Webinar

Strategi Sinkronisasi RIBK dan RPJMD”

Selasa, 29 April 2025

Departemen Health Policy and Management dengan Minat Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan (KMPK) program studi Magister Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) menyelenggarakan Webinar dengan tema “Strategi Sinkronisasi RIBK dan RPJMD” Kegiatan ini dibuka oleh moderator Lusha Ayu Astari, SKM., MPH selaku Dosen Departemen KMK FKKMK UGM, dilanjutkan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD selaku Guru Besar Departemen KMK FKKMK UGM serta pemaparan materi oleh narasumber Mohamad Yoto SKM, M.Kes selaku Sekretariat Dinas Kesehatan Jawa Timur dan Elok Widjianingsih, S.KM., M.Kes. di Bidang PPM Bapelitbangda Kabupaten Probolinggo yang mendapat masukan dan saran oleh Galih Putri Yunistria, SKM, ME, MPMA perwakilan dari Biro Perencanaan dan Anggaran Kemenkes juga Dr. Tantri Lisdiawati, S.Sos,M.Si perwakilan dari Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Ditjen Bangda Kemendagri. Webinar ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman dan mendorong keterpaduan antara dokumen perencanaan pusat dan daerah—khususnya dalam menyelaraskan Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sinkronisasi ini penting untuk memastikan bahwa arah kebijakan kesehatan nasional dapat diterjemahkan secara tepat di tingkat daerah, serta mendukung pencapaian indikator strategis melalui perencanaan yang terstruktur dan berbasis data.

Pengantar : Oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD (Guru Besar Departemen KMK FKKMK UGM)

Prof. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD membuka diskusi dengan menekankan pentingnya sinergi antara dokumen perencanaan pusat dan daerah, terutama integrasi Rencana Induk Bidang Kesehatan (RIBK) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Ia menyoroti bahwa proses ini seringkali dihadapkan pada tantangan waktu dan koordinasi lintas sektor. Keterlibatan aktif dinas kesehatan, perguruan tinggi, serta pemangku kepentingan lokal sangat diperlukan dalam proses penyusunan RPJMD. Hal ini untuk menjamin bahwa masukan dan kebutuhan lokal benar-benar tercermin dalam dokumen perencanaan jangka menengah yang menjadi dasar pelaksanaan pembangunan daerah.

Pemaparan Materi Mengenai “Proses Penyusunan RPJMD Dan Integrasinya Dengan RIBK di Provinsi Jawa Timur” Oleh Mohamad Yoto SKM, M.Kes (Sekretariat Dinas Kesehatan Jawa Timur)

Dalam paparannya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur menjelaskan upaya strategis penyelarasan Renstra Dinkes 2025–2030 dengan RPJMD dan RIBK, yang bertujuan untuk memperkuat arah kebijakan pembangunan kesehatan menuju tercapainya Universal Health Coverage (UHC) dan visi “Jawa Timur Maju, Adil, Makmur, Unggul dan Berkelanjutan”. Penyelarasan ini dilakukan melalui analisis situasi berbasis data, identifikasi isu strategis seperti ketimpangan akses layanan, beban penyakit tidak menular, dan keterbatasan SDM kesehatan, serta integrasi indikator kesehatan nasional ke dalam dokumen daerah. Jawa Timur menekankan pentingnya kesinambungan antara visi pusat dan daerah, memperkuat layanan primer dan rujukan, serta mengembangkan intervensi spesifik kawasan seperti pelayanan unggulan KIA, gizi, dan pengendalian TBC. Dengan strategi terukur dan alokasi anggaran berbasis prioritas lokal, Jawa Timur diharapkan dapat menjadi model implementasi integratif RIBK-RPJMD bagi daerah lain.

Materi Presentasi VIDEO

Pemaparan Materi Mengenai “Proses Penyusunan RPJMD dan Integrasinya dengan RIBK di Kabupaten Probolinggo” Oleh Elok Widjianingsih, S.KM., M.Kes. (Bidang Perencanaan Pembangunan Masyarakat Bapelitbangda Kabupaten Probolinggo)

Paparan dari Bapelitbangda Kabupaten Probolinggo menggarisbawahi bahwa dinamika penyusunan RPJMD yang sempat mengalami penyesuaian akibat perubahan arah kebijakan daerah. Meski demikian, penyusunan tetap merujuk pada RPJMN dan RIBK sebagai pedoman strategis nasional, dengan tujuan utama RPJMD sebagai dasar penyusunan Renstra Perangkat Daerah tahun 2025–2030. Visi daerah yang diusung, yaitu “Probolinggo SAE”, mencakup lima misi pembangunan dan 22 program prioritas, di mana sektor kesehatan menempati urutan ke-8. Fokus utama bidang kesehatan mencakup peningkatan derajat kesehatan yang berkualitas dan merata, dengan sasaran indikator seperti usia harapan hidup, cakupan JKN, kualitas fasilitas kesehatan primer dan lanjutan, kapasitas SDM kesehatan, serta ketersediaan farmasi dan makanan-minuman. Dari total 42 indikator RIBK, hanya 21 indikator yang diadopsi dalam dokumen perencanaan daerah, dan 11 indikator diintegrasikan ke dalam RPJMD. Kabupaten juga mengangkat pentingnya fleksibilitas dalam memilih indikator yang relevan, serta mengkritisi beban indikator yang dirasa terlalu berat jika seluruhnya harus diakomodasi di level kabupaten. Oleh karena itu, koordinasi antar instansi dan diskusi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan relevansi dan kemampuan daerah dalam mengimplementasikan RIBK secara optimal.

VIDEO

Respon Dari Kemenkes dan Kemendagri

Dalam sesi diskusi, perwakilan Biro Perencanaan Kemenkes, Galih Putri Yunistria, SKM, ME, MPMA menyampaikan bahwa Provinsi Jawa Timur menjadi contoh keberhasilan penyelarasan RPJMD dengan RIBK. Hal ini terlihat dari konsistensi visi-misi daerah dengan kebijakan nasional seperti Universal Health Coverage (UHC), serta kesesuaian indikator seperti cakupan JKN, pengendalian HIV/AIDS, dan TBC. Dari total 42 indikator dalam RIBK, Kemenkes menyarankan 21 indikator untuk diselaraskan dengan dokumen daerah, sedangkan 11 indikator utama dapat dimasukkan dalam RPJMD sebagai Indikator Kinerja Daerah (IKD). Kemenkes menegaskan pentingnya fleksibilitas: indikator seperti Angka Kematian Ibu (AKI) dapat disajikan dalam bentuk absolut atau rasio tergantung kapasitas daerah, dan penempatan indikator lain seperti hipertensi, imunisasi, serta pelayanan kesehatan gratis bisa disesuaikan di level program atau kegiatan. Kemenkes juga mengklarifikasi bahwa indikator SPM masuk ke dalam kewajiban perundangan dan otomatis harus tercantum dalam dokumen perencanaan daerah.

Materi Presentasi VIDEO

Sementara itu, Dr. Tantri Lisdiawati, S.Sos,M.Si perwakilan dari Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II Ditjen Bangda Kemendagri menekankan pentingnya kesiapan teknis dalam penyusunan Renstra dan RPJMD. Ia mengingatkan bahwa proses harus dimulai dengan tahapan persiapan yang jelas: pembentukan tim melalui SK, penyusunan agenda kerja, penentuan jadwal, dan antisipasi risiko keterlambatan. Kemendagri menekankan bahwa keterlambatan dalam penyusunan RPJMD, yang harus selesai maksimal enam bulan setelah pelantikan kepala daerah, dapat berdampak pada keterlambatan pencairan anggaran dan hambatan implementasi program. Selain itu, isu strategis dalam dokumen perencanaan harus mampu merefleksikan konteks lokal, tidak hanya menyalin renstra nasional. Evaluasi terhadap indikator sangat penting, agar daerah tidak memaksakan seluruh indikator pusat tanpa melihat relevansi dan kapasitasnya. Prinsip utama yang ditekankan adalah penyelarasan harus menghasilkan dokumen yang tidak sekadar formalistik, tetapi benar-benar berkontribusi terhadap pencapaian kinerja dan perubahan nyata di daerah.

Tanya Jawab Interaktif

Sesi tanya jawab diwarnai dengan berbagai pertanyaan teknis dari perwakilan dinkes daerah, seperti perhitungan indikator AKI di tingkat kabupaten, penggunaan indikator JKN, serta mekanisme integrasi indikator layanan kesehatan gratis (SPM dan PKG). Kemenkes menegaskan bahwa fleksibilitas tetap diberikan dalam mengadopsi indikator berdasarkan konteks dan kapasitas daerah. Pemerintah pusat, khususnya Kemenkes, memberikan ruang fleksibilitas bagi daerah dalam menyesuaikan indikator kesehatan sesuai dengan kapasitas, kebutuhan, dan konteks lokal masing-masing. Hal ini mencerminkan penerapan prinsip desentralisasi, di mana daerah memiliki kewenangan untuk mengadaptasi kebijakan pusat tanpa harus menerapkan seluruh indikator secara seragam. Penyesuaian indikator seperti AKI, JKN, serta layanan kesehatan gratis dapat dilakukan sepanjang tetap sejalan dengan tujuan pembangunan nasional dan tidak mengabaikan substansi indikator yang telah ditetapkan dalam RIBK dan RPJMN.

Penutup

Webinar ini menegaskan pentingnya sinkronisasi antara RIBK dan RPJMD sebagai upaya strategis untuk menjembatani kebijakan pusat dan implementasi di daerah dalam sektor kesehatan. Proses ini tidak hanya menuntut keselarasan indikator dan dokumen perencanaan, tetapi juga menekankan pentingnya fleksibilitas dalam penerapan indikator berdasarkan konteks lokal, sebagai bentuk nyata dari prinsip desentralisasi. Sinkronisasi ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG’s), khususnya Tujuan 3: “Kehidupan Sehat dan Sejahtera”, dengan memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan yang bermutu, merata, dan berkeadilan. Dengan komitmen bersama antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, dan pemerintah daerah, diharapkan setiap daerah mampu menyusun perencanaan yang responsif, relevan, dan berdampak nyata terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta percepatan pencapaian target-target SDG’s secara nasional.

 

Reporter :

  • Fadliana Hidayatu Rizky Uswatun Hasanah, S.Tr.Keb, Bdn
  • Putri Ardhani, M.KM
  • Iztihadun Nisa, SKM, MPH