Reportase Pengabdian Masyarakat: Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan Kolaborasi Lintas Sektor dalam Pemanfaatan Data KIA di Kabupaten Gunung Kidul

Gunung Kidul, 11 Oktober 2024 – Sebagai salah satu upaya mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) poin 3 yaitu kesehatan yang baik dan kesejahteraan dan poin 17 yaitu Kemitraan, bertempat di Aula Germas Dinas Kesehatan Gunungkidul, telah dilakukan tindak lanjut kegiatan workshop pemanfaatan data KIA untuk pengambilan keputusan. Acara ini diinisiasi oleh Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM). Tim dari FKKMK UGM yang terdiri dari Lusha Ayu Astari, SKM, MPH, dr. Ichlasul Amalia, MPH, Cici Yuliza Putri, S.KM, Meliyana, S.KM, Yumna Nur Millati Hanifa, S.KM, turut hadir untuk mendampingi kegiatan diskusi. Acara diskusi juga dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan dari lintas sektor yang terdiri dari perwakilan BAPPEDA, Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, serta perwakilan dari Puskesmas, IDI, POGI, dan IBI Kabupaten Gunung Kidul. Diskusi ini menjadi momen penting dalam menyikapi tantangan kesehatan ibu dan anak, terutama dalam upaya menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di daerah tersebut.

Dalam sambutannya, Kepala Dinas Kesehatan Gunung Kidul menekankan pentingnya menurunkan AKI dan AKB yang masih menjadi target nasional. Data menunjukkan AKI di Gunung Kidul menurun dari 5 kasus pada tahun 2023 menjadi 4 kasus pada 2024, namun target yang diharapkan adalah nol kasus kematian ibu. Tantangan terbesar yang dihadapi adalah kematian yang kerap terjadi pada masa nifas, yang kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan deteksi dini dan akses ke pelayanan kesehatan. Selain AKI, masalah stunting juga menjadi fokus utama dalam pertemuan tersebut. Stunting masih menjadi tantangan yang perlu ditangani dengan pendekatan lintas sektor, terutama di daerah pedesaan/kelurahan.

Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi DIY, dalam pemaparannya mengakui bahwa DIY telah memiliki pencatatan dan pelaporan pelayanan KIA yang baik. Namun, data yang terkumpul masih belum dimanfaatkan secara optimal untuk pengambilan keputusan strategis. “Data KIA ini bisa menjadi alat penting untuk memprediksi masalah kesehatan di masa depan, mendukung advokasi kepada pemangku kepentingan, dan menyusun kebijakan yang tepat sasaran,” kata Endang.

Endang juga menyoroti peningkatan AKI di Provinsi DIY dari 22 kasus pada 2023 menjadi 26 kasus pada 2024 dan Kabupaten Gunungkidul tercatat sebagai penyumbang AKI di provinsi DIY. Untuk itu, tim pengabmas FK-KMK UGM, yang diketuai oleh dr. Likke Prawidya Putri, MPH, PhD ini membantu memfasilitasi pemanfaatan data KIA dengan analisis situasi dan masalah dengan skema Causal Loop Diagram (CLD) dan dilanjutkan penyusunan policy brief  yang sebelumnya telah dilakukan pada  tanggal 30 September – 1 Oktober 2024 di FKKMK UGM.

Kepala Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan Gunungkidul menyampaikan bahwa angka kematian bayi di kabupaten ini cenderung stagnan. Pada tahun 2023 tercatat 78 kasus, turun sedikit dari 81 kasus pada tahun sebelumnya. Penyebab utama kematian bayi masih didominasi oleh asfiksia, BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), dan kelainan kongenital seperti penyakit jantung bawaan. Sementara itu, kematian ibu banyak terjadi pada masa nifas. “Dari kasus kematian ibu pada 2024, 50% terjadi di masa nifas,” ungkapnya. Penyebab utama kematian ibu di Gunungkidul selama 10 tahun terakhir adalah preeklampsia, perdarahan, dan komplikasi jantung.

Upaya deteksi dini preeklampsia di masa nifas menjadi prioritas. Beberapa rekomendasi yang disusun, antara lain pemantauan intensif terhadap ibu hamil dan nifas, skrining ANC terpadu, serta pemeriksaan protein urin pada masa nifas. Selain itu, penting untuk mengembangkan pola hidup sehat melalui diet rendah garam dan gula serta mendampingi kasus dengan risiko tinggi.

Diskusi yang melibatkan berbagai sektor menggarisbawahi pentingnya kolaborasi dalam menyelesaikan permasalahan KIA. Perwakilan POGI Gunungkidul, dr. Widodo, Sp.OG, menekankan perlunya penguatan skrining preeklampsia di layanan primer. “Kriteria rujukan dari FKTP ke FKRTL harus lebih ditekankan untuk mencegah keterlambatan penanganan,” ujarnya.

Dari Dinas Sosial, Ibu Demi menyampaikan bahwa beberapa indikator KIA beririsan dengan program Dinas Sosial. Oleh karena itu, diperlukan penyelarasan modul dan program di kedua dinas agar intervensi menjadi lebih efektif. Dalam diskusi yang lebih luas, peserta sepakat bahwa peran keluarga, sangat penting dalam menjaga kesehatan ibu hamil. Dukungan emosional dan fisik dari keluarga dapat meminimalkan risiko komplikasi kesehatan. 

Perwakilan Dinas Kesehatan Provinsi DIY menyarankan untuk melakukan pendekatan kepada pemerintah kelurahan agar dapat memanfaatkan dana desa yang telah dialokasikan, terutama dalam upaya penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan salah satunya dengan advokasi kepada pemangku kepentingan didukung dengan policy brief yang berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan.

Reporter:

Lusha Ayu Astari, S.KM., MPH

dr. Ichlasul Amalia, MPH

Cici Yuliza Putri, S.KM

Meyliana, S.KM

Yumna Nur Millati Hanifa, S.KM

© Copyright - Departemen Kebijakan & Manajemen Kesehatan UGM