Reportase

“Penggunaan dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital (DMI) pada Dinas Kesehatan”

10 Desember 2024

Pada Selasa, (10/12/2024) telah diselenggarakan “Webinar Penggunaan dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital atau Digital Maturity Index (DMI)” pada tingkat Dinas Kesehatan. Acara ini diadakan secara daring dan dihadiri oleh berbagai Dinas Kesehatan di Indonesia meliputi pengelola dan penggtuna Rekam Medis Elektronik (RME) dan Sistem Informasi Dinas Kesehatan dengan jumlah peserta sebanyak ± 300 peserta.

Sejalan dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, webinar “Penggunaan dan Pemanfaatan Penilaian Kematangan Digital atau Digital Maturity Index (DMI) di Tingkat Dinas Kesehatan” oleh Departemen Manajemen dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK UGM) yang berkolaborasi dengan Pusat Data Indonesia Kementrian Kesehatan RI, CHISU, dan Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia (PORMIKI), bertujuan untuk mengevaluasi tantangan dan prioritas penerapan sistem informasi manajemen kesehatan di daerah dan memperkuat peran Dinas Kesehatan dalam memfasilitasi transformasi digital kesehatan di daerah.

Acara seminar diawali dengan sambutan oleh Ibu Tiomaida Seviana H.H., S.H., MAP selaku Ketua Kepala Pusat Data Indonesia (Pusdatin) Kementrian Kesehatan RI. Ibu Tiomaida memaparkan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan pemahaman kepada peserta tentang penilaian kematangan digital dinas kesehatan. Acara ini sangat penting dan menjadi fokus utama yang mendukung Transformasi kesehatan. Digitalisasi tidak hanya berbicara tentang teknologi tetapi juga adanya perubahan budaya dan kapasitas sumber daya dalam mencapai kematangan digital RME pada masing – masing Dinas Kesehatan. Ia juga menyampaikan bahwa acara ini menghadirkan narasumber yang ahli di bidangnya dan adanya dukungan dari USAID CHISU, PORMIKI dan UGM. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan agar mampu mengetahui strategi untuk menilai kematangan digital dan strategi untuk meningkatkan kematangan digital.

Pada sesi pemaparan materi diawali oleh Suryo Nugro Markus, Amd.Per.Kes., SE, MPH,. Praktisi rekam medis dan Informasi Kesehatan di RS Panti Rapih Yogyakarta, dosen di beberapa perguruan tinggi kesehatan, dan Universitas, trainer bidang Rekam Medis & Informasi Kesehatan dan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit, Suryo Nugroho menekankan pentingnya transformasi digital sebagai bagian dari pengembangan SIMK, khususnya dalam memperbaiki layanan kesehatan terintegrasi yang menjadi kebutuhan masyarakat.

Suryo Nugroho memaparkan tiga pilar utama dalam kematangan digital di sektor kesehatan, meliputi (1) penguatan kompetensi SDM kesehatan dan non-kesehatan melalui pelatihan dan pendidikan formal, informal, serta profesional berkelanjutan, (2) ketersediaan perangkat keras, jaringan komunikasi (LAN dan WAN), serta stabilitas konektivitas internet untuk mendukung pengelolaan data dan informasi kesehatan, (3) Koordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk menjaga operasional sistem informasi kesehatan dalam menghadapi tantangan tak terduga. Disampaikan bahwa pengelolaan SIMK seharusnya dilakukan secara multidisiplin dengan memperhatikan aspek kesetaraan gender serta optimalisasi sumber daya yang tersedia. Penilaian terhadap sumber daya TIK dan SIMK juga menjadi bagian penting dalam memastikan kesiapan sistem untuk mendukung layanan kesehatan yang lebih efisien dan berbasis data.

Selanjutnya, pada sesi narasumber yang kedua berbagi tentang “Pemanfaatan dashboard benchmark dan umpan balik DMI untuk perencanaan” oleh Adinda Almira, S.Tr. RMIK, selaku Tim DMI HPM FKKMK UGM. Adinda Almira menjelaskan digitalisasi di lingkungan Dinas Kesehatan merupakan kunci untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pelayanan kesehatan. Ia menjelaskan bahwa digitalisasi memungkinkan pengumpulan data kesehatan yang lebih terstruktur, pemantauan kinerja sistem kesehatan yang optimal, serta pengembangan program kesehatan berbasis prioritas daerah.

Dalam penjelasannya, Adinda Almira menguraikan bahwa dashboard benchmark dan feedback berguna sebagai alat evaluasi. Dashboard feedback berguna dalam memberikan rekomendasi spesifik berdasarkan skor evaluasi kematangan digital dan membantu Dinas Kesehatan mengidentifikasi area prioritas untuk perbaikan. Sedangkan dashboard benchmark berfungsi dalam menyediakan gambaran tentang standar nasional yang harus dicapai dan mmungkinkan Dinas Kesehatan untuk melakukan self-assessment dan membandingkan posisi mereka dengan standar nasional. Ia menjelaskan bahwa dalam penilaian kematangan digital terdapat 5 komponen utama meliputi kepemimpinan dan tata kelola, manajemen Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK), infrastruktur TIK dan sistem informasi, standar dan interoperabilitas serta kualitas dan pemanfaatan data. Setiap Dinas Kesehatan akan dinilai berdasarkan skala mulai dari tahap emerging (belum optimal) hingga optimized (sangat matang). Implementasi dashboard ini diharapkan dapat meningkatkan kematangan digital khususnya di tingkat Dinas Kesehatan, mendukung perencanaan teknologi digital yang lebih efektif, dan menguatkan keamanan serta pengelolaan data kesehatan.

Sony Suryadi, AMd.PK., SE, sebagai narasumber ketiga menyampaikan terkait Penggunaan standar data dan interoperabilitas untuk mendukung integrasi data, analisis, dan penggunaan informasi kesehatan dalam mendukung pengambilan keputusan. Sony Suryadi menyoroti bahwa standarisasi data, termasuk terminologi seperti ICD-10, LOINC, dan SNOMED CT, menjadi elemen kunci untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan interoperabilitas data. Ia menjelaskan bahwa SATUSEHAT telah mengadopsi standar HL7 FHIR untuk mengintegrasikan data kesehatan antar fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes), regulator, penjamin, dan penyedia layanan digital. Interoperabilitas menjadi fondasi dalam membangun ekosistem digital kesehatan yang terintegrasi. Dua metode pengiriman data ke platform SATUSEHAT diantaranya yaitu real – time (data langsung dikirim setelah pelayanan selesai) dan scheduler (data dikirimkan secara terjadwal, tergantung kemampuan infrastruktur dan sistem rekam medis elektronik (RME)).

Sony Suryadi selanjutnya menjelaskan pentingnya memanfaatkan standar data untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti (evidence-based decision-making). Dengan data yang terstandarisasi, analisis dapat digunakan untuk meningkatkan pencegahan penyakit, menyusun kebijakan berbasis populasi dan mengarahkan intervensi yang lebih tepat sasaran. Contoh aplikasinya adalah analisis peningkatan kasus pneumonia akibat polusi lingkungan, yang memicu intervensi oleh pemerintah daerah untuk mengendalikan dampaknya. Ia menggarisbawahi perlunya kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat implementasi standar data di seluruh sektor kesehatan.

Sesi terakhir disampaikan oleh Dr. dr. Guardian Y Sanjaya, MhlthInfo terkait Transformasi Digital Kesehatan dan Kepentingan Penilaian Kematangan Digital di Dinas Kesehatan. Dijelaskan bahwa transformasi digital penting dalam meningkatkan efisiensi, aksesibilitas, dan kualitas layanan kesehatan. Strategi transformasi digital yang disusun oleh Kementerian Kesehatan bertujuan untuk mengubah fokus dari pelaporan menjadi pelayanan, mengintegrasikan sistem informasi di seluruh fasilitas kesehatan melalui platform SATUSEHAT dan mendorong inovasi teknologi untuk memberikan layanan yang lebih baik kepada masyarakat. Ia menjelaskan bahwa penilaian kematangan digital menggunakan indikator yang mencakup (1) Tatakelola dan kepemimpinan (regulasi, roadmap, dan alokasi anggaran untuk sistem informasi kesehatan. (2) Manajemen SIMK dan SDM (pengembangan kapasitas tenaga kesehatan digital dan advokasi kebijakan lokal). (3) Infrastruktur TIK (peningkatan akses jaringan, perangkat keras, dan keamanan data di daerah terpencil). (4) Standar dan interoperabilitas (implementasi SATUSEHAT dengan standar data seperti HL7 FHIR). (5) Kualitas dan pemanfaatan data (pemantauan dan evaluasi data untuk mendukung pengambilan keputusan berbasis bukti).

dr. Guardian juga menyampaikan bahwa transformasi digital diharapkan memberikan dampak signifikan, seperti meningkatkan literasi digital di kalangan tenaga kesehatan dan masyarakat, mempercepat adopsi teknologi di fasilitas kesehatan primer hingga tersier dan mempermudah pertukaran data antar sektor dan mendukung keputusan strategis yang lebih baik. Ditutup dengan penyampaian harapan semua pemangku kepentingan dapat bersinergi dalam mewujudkan sistem kesehatan yang terintegrasi dan berbasis digital. Dengan pengembangan kerangka sistem informasi mikro dan makro, informasi kesehatan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah, fasilitas kesehatan, hingga masyarakat luas.

Dalam sesi tanya jawab yang berlangsung setelah paparan materi, beberapa peserta dari berbagai daerah mengajukan pertanyaan terkait implementasi dan hasil penilaian Digital Maturity Index (DMI) 2024. Sony Suryadi menekankan pentingnya memahami bahwa kualitas data rutin menjadi kunci. Perbedaan data antara indikator bukan selalu hal buruk, terutama jika perbedaannya tidak signifikan (misalnya, di bawah 10%). Penggunaan konsep pelaporan kualitas data rutin (PMKDR) dengan membandingkan data individu dan agregat dapat menjadi pendekatan yang efektif. Sesi tanya jawab ini memberikan banyak wawasan tentang praktik implementasi DMI, mulai dari pengolahan hasil penilaian, strategi pelibatan tenaga non-kesehatan, hingga solusi terhadap tantangan validasi data. Acara diakhiri dengan sesi sesi post test dan penutupan. Diharapkan webinar ini dapat mendorong peserta untuk mengadopsi pendekatan kolaboratif dalam menilai kematangan digital dan meningkatkan kualitas data melalui metode yang terstandardisasi. Hal ini diharapkan dapat memperkuat ekosistem digital kesehatan di Indonesia.

Penyelenggara Acara : Sistem Informasi Kesehatan, Health Policy and Management, FK-KMK UGM

Reporter: Putri Ardhani

© Copyright - Departemen Kebijakan & Manajemen Kesehatan UGM