Reportase
Webinar
Implikasi Permenkes Nomor 16 Tahun 2024 tentang “Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan” terhadap Layanan Rujukan di Puskesmas dan Rumah Sakit

Pada Senin, 16 Desember 2024, telah diselenggarakan Webinar dengan tema: “Implikasi Permenkes Nomor 16 Tahun 2024 tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perseorangan terhadap Layanan Rujukan di Puskesmas dan Rumah Sakit”. Acara ini diadakan secara daring melalui Zoom Meeting dan dihadiri oleh mahasiswa Departemen HPM serta alumni Magister Manajemen Rumah Sakit (MMR) UGM. Selaras dengan pilar ketiga SDGs yang berfokus pada menjamin kesehatan dan kesejahteraan bagi semua individu di semua usia, webinar ini digelar untuk membahas implementasi dan implikasi kebijakan baru terkait sistem rujukan berbasis kompetensi yang diharapkan dapat menjadi strategi untuk meningkatkan kesejahteraan kesehatan masyarakat secara optimal.

Webinar ini dibuka oleh Dr. dr. Hanevi Djasri, MARS, FISQua yang menjelaskan pentingnya transformasi sistem rujukan dalam meningkatkan mutu layanan kesehatan. dr. Hanevi memaparkan bahwa terkait terdapat tujuh dimensi mutu yang beririsan dengan sistem layanan rujukan, termasuk aksesibilitas, efektivitas, dan efisiensi, harus menjadi landasan dalam setiap pembaharuan kebijakan. PMK No. 16 Tahun 2024. Hal ini diharapkan dapat menjadi katalis dalam reformasi sistem rujukan, yang tidak hanya mencakup layanan klinis tetapi juga aspek pengelolaan organisasi dan fasilitas kesehatan. Dengan regulasi ini, seluruh fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas hingga rumah sakit rujukan, harus beradaptasi untuk memenuhi standar baru yang berbasis kompetensi, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat pelayanan yang lebih adil dan berkualitas.

Dalam paparan yang pertama, dr. Zainoel Arifin, M.Kes, yang menjabat sebagai Ketua Umum ARSADA, memaparkan bagaimana reformasi sistem rujukan menjadi bagian dari tujuh pilar transformasi kesehatan nasional. Menurut dr. Zainoel, perubahan yang dibawa oleh PMK No. 16 Tahun 2024, seperti penghapusan sistem rujukan berjenjang, akan memberikan dampak positif berupa peningkatan efisiensi dan kualitas layanan kesehatan. Namun, dr. Zainoel juga menggarisbawahi tantangan besar yang dihadapi rumah sakit, terutama di daerah terpencil, dalam meningkatkan SDM, infrastruktur, dan sistem informasi agar dapat memenuhi standar baru. Selain itu, dr. Zainoel menekankan perlunya pemetaan kompetensi rumah sakit untuk memastikan pemerataan akses dan mutu layanan di seluruh wilayah Indonesia.

Selanjutnya, drg. Aditia Putri, MPH, yang menjabat sebagai Analis Kebijakan di Kementerian Kesehatan RI, menjelaskan substansi utama PMK No. 16 Tahun 2024. Drg. Aditia menegaskan bahwa regulasi ini memperkenalkan sistem rujukan berbasis kompetensi yang memungkinkan pasien dirujuk langsung ke fasilitas yang sesuai dengan tingkat keparahan penyakitnya, tanpa harus melalui jenjang yang kaku. Selain itu, PMK ini menetapkan kriteria rujuk balik untuk penyakit kronis, sebagaimana diatur dalam KMK No. 1645 Tahun 2024, guna memastikan pasien yang sudah stabil dapat kembali mendapatkan pelayanan di FKTP. Drg. Aditia juga menekankan pentingnya integrasi teknologi informasi dalam mendukung implementasi kebijakan ini. Sistem seperti SISDMK dan SIRANAP akan digunakan untuk mempercepat proses rujukan dan memastikan kesesuaian layanan. Namun, implementasi ini memerlukan peningkatan kompetensi tenaga medis dan infrastruktur di semua level fasilitas kesehatan agar dapat berjalan efektif.

Sebagai pembahas, dr. Gregorius Anung Trihadi, M.P.H., yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DIY, mengungkapkan bahwa DIY telah lebih dahulu menerapkan sistem pelayanan rujukan berbasis kompetensi melalui Pergub No. 59 Tahun 2012 dan No. 63 Tahun 2021. Meski demikian, dr. Anung menyoroti tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya. Salah satu tantangan utama adalah persebaran fasilitas kesehatan yang tidak merata, terutama di perbatasan antarkabupaten seperti antara Kota Yogyakarta dengan Kabupaten Bantul atau Gunungkidul. Selain itu, kompetensi fasilitas kesehatan dalam menangani 10 penyakit prioritas juga tidak merata, yang menyebabkan ketimpangan layanan di beberapa wilayah. dr. Anung juga mencatat bahwa sistem rekam medis elektronik (RME) yang terintegrasi belum berjalan optimal dan membutuhkan dukungan regulasi yang lebih kuat.

Pembahas lainnya, dr. V. Adi Mulyanto, M.P.H., yang merupakan Direktur RS Panti Rini, menyoroti peluang yang ditawarkan oleh PMK No. 16 Tahun 2024, namun disamping itu, dr. Adi juga menyampaikan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kebutuhan investasi besar untuk meningkatkan kualitas layanan, terutama dalam pengadaan SDM dan infrastruktur. Selain itu, ketiadaan petunjuk teknis yang jelas menjadi hambatan dalam memastikan implementasi kebijakan ini di rumah sakit swasta. dr. Adi juga menyoroti tantangan rumah sakit tipe C dan D, yang sering kali hanya menjadi tempat “numpang lewat” bagi pasien yang ingin mendapatkan pelayanan di rumah sakit dengan fasilitas lebih baik. Hal ini dapat menyebabkan inefisiensi dalam sistem rujukan

Sesi Diskusi dan Penutupan

Dalam sesi diskusi, para peserta membahas berbagai tantangan implementasi, termasuk kesiapan fasilitas kesehatan tingkat pertama, keterlibatan sektor swasta, dan pentingnya regulasi yang lebih spesifik untuk mendorong interoperabilitas sistem informasi. Drg. Aditia Putri menekankan bahwa semua fasilitas kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, harus memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan untuk memastikan keberhasilan implementasi PMK ini. Sementara itu, dr. Zainoel Arifin menyoroti perlunya kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah dan fasilitas kesehatan dalam mendukung transformasi sistem rujukan.

Webinar ditutup dengan pernyataan dari dr. Hanevi Djasri yang mengapresiasi diskusi konstruktif serta menegaskan pentingnya tindak lanjut berupa evaluasi dan penyusunan rekomendasi kebijakan. Ia juga mendorong semua pemangku kepentingan untuk terus berinovasi dalam memastikan layanan kesehatan yang berkualitas dan inklusif.


Penyelenggara Acara: Minat Manajemen Rumah Sakit (MMR), Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM

Reporter:

Florisma Arista Riti Tegu

Iztihadun Nisa

Andini Prasetyawati