Malaria masih menjadi salah satu ancaman terbesar bagi ibu hamil di Papua. Berdasarkan data 10 Puskesmas di wilayah ini pada tahun 2022, sekitar satu dari tujuh ibu hamil mengalami penyakit infeksi parasit plasmodium yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Anopheles betina tersebut.

Penyakit malaria sangat berbahaya karena bisa menyebabkan ibu hamil berisiko mengalami anemia hingga kematian. Malaria yang menginfeksi ibu hamil juga berisiko menyebabkan bayi lahir dengan berat badan rendah, prematur, maupun meninggal dalam kandungan.

Untuk mencegah bahaya malaria selama masa kehamilan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memperkenalkan obat antimalaria sebagai solusi baru dalam peta jalan eliminasi malaria.

Dalam istilah medis, langkah pencegahan ini dikenal sebagai intermittent preventive treatment with Dihydroartemisinin-piperaquine (IPTp-DP). Meski terdengar rumit, konsepnya sederhana: ibu hamil meminum obat antimalaria secara rutin selama kehamilan untuk mencegah infeksi malaria.

Inovasi ini diharapkan dapat melindungi ibu hamil dan bayinya di daerah rawan malaria seperti Papua.

Cara pakai obat antimalaria

Obat antimalaria dirancang untuk melindungi ibu hamil dari bahaya malaria sebelum infeksi terjadi. Obat ini seperti perisai yang akan memperkuat kekebalan tubuh ibu hamil agar tidak mudah diserang malaria.

Obat antimalaria diminum sebanyak tiga hari setiap bulan pada kunjungan pemeriksaan kehamilan, dimulai pada trimester kedua. Strategi pencegahan malaria selama kehamilan ini sudah terbukti efektif di berbagai negara, termasuk Afrika, dan direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Di Papua, hasil awal menunjukkan keberhasilan yang menjanjikan. Sebuah penelitian melaporkan bahwa penggunaan obat antimalaria mampu mengurangi angka infeksi malaria pada ibu hamil hingga 77%.

Selain itu, penelitian kami—yang belum ditinjau sejawat—di Mimika, Papua Tengah pada 2022 hingga 2023, menemukan bahwa 90% ibu yang menerima obat mematuhi rangkaian pengobatan dengan baik.

Obat antimalaria efektif cegah infeksi malaria pada ibu hamil.

Obat antimalaria efektif cegah infeksi malaria pada ibu hamil. 

Menjawab tantangan di lapangan

Meski hasil awal terlihat positif, tantangan besar masih menghadang. Dari 1.136 ibu hamil yang diwawancara di 10 fasilitas kesehatan ketika mengikuti uji coba penggunaan obat antimalaria di Mimika, hanya 40% atau setara 556 ibu hamil yang mendapatkan obat sesuai pedoman.

Berikut sejumlah penyebab banyak ibu hamil di Mimika belum menggunakan obat antimalaria beserta solusi yang perlu dipertimbangkan pemerintah:

1. Pastikan ketersediaan obat

Salah satu penyebab utama ibu hamil belum pakai obat antimalaria adalah keterbatasan pasokan obat selama COVID-19 pandemi. Kebutuhan obat antimalaria pada 2022 diperkirakan 1,5 juta tablet, sedangkan obat yang tersedia sekitar 700 ribu tablet. Perhitungan ini belum termasuk 16 ribu tablet obat antimalaria untuk pencegahan.

Tanpa stok yang cukup, program pencegahan malaria pada ibu hamil tidak akan berjalan efektif, layaknya kapal tanpa bahan bakar. Pemerintah harus memastikan obat tersedia di setiap fasilitas kesehatan, kapan pun ibu membutuhkannya.

Selain itu, lakukan juga langkah-langkah penguatan, pemantauan, dan pelaporan melalui pendekatan peningkatan kualitas berkelanjutan agar bisa mengevaluasi program pemberian obat antimalaria pada ibu hamil.

2. Perkuat pelatihan tenaga kesehatan

Hambatan lainnya adalah tenaga kesehatan (nakes). Banyak nakes terbiasa memberikan obat malaria hanya jika ada bukti hasil tes positif sesuai dengan pedoman nasional tata laksana kasus malaria. Pola pikir ini membuat sebagian nakes ragu memberikan obat antimalaria sebagai langkah pencegahan. Padahal, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati.

Dalam konteks pencegahan malaria, pemberian obat antimalaria dapat dilakukan tanpa memerlukan hasil tes terlebih dahulu.

Karena itu, penting untuk melakukan pelatihan nakes agar mereka memahami pentingnya pengobatan pencegahan dan menjelaskan manfaatnya kepada pasien. Pelatihan ini juga penting untuk membangun rasa percaya diri nakes dalam menjawab pertanyaan dan kekhawatiran ibu hamil.

Pentingnya pelatihan nakes agar pesan soal manfaat obat antimalaria bisa sampai tepat sasaran kepada pasien.

Pentingnya pelatihan nakes agar pesan soal manfaat obat antimalaria bisa sampai tepat sasaran kepada pasien. 

3. Edukasi masyarakat lebih gencar

Dari sisi masyarakat, kekhawatiran terhadap efek samping obat masih menjadi penghalang. Beberapa ibu mengkhawatirkan efek samping obat, seperti mual, muntah, dan pusing saat tahap awal konsumsi obat antimalaria.

Pada beberapa kasus, keluarga—terutama suami—ikut memengaruhi keputusan ibu dalam menjalani pengobatan ini.

“Saya memang trauma dari anak pertama itu, setelah ibu melahirkan, langsung anak itu sakit panas (karena ibu terkena malaria). Lalu, dokter terangkan (tentang pencegahan malaria pakai obat antimalaria) dan saya ikut saja karena saya juga khawatir” ujar seorang suami di Mimika.

Untuk itu, informasi tentang manfaat obat antimalaria dalam mencegah penyakit perlu disampaikan oleh nakes dengan cara yang mudah dipahami sesuai konteks masyarakat lokal. Misalnya, nakes menjelaskan bahwa kegunaan obat ini seperti memakai payung di tengah hujan deras. Payung tidak membuat hujan berhenti, tetapi melindungi kita dari basah kuyup.

Menghapus kasus malaria di Indonesia

Intervensi obat antimalaria untuk pencegahan membawa harapan besar bagi ibu hamil di wilayah endemis malaria. Hasil awal uji coba penerapan obat antimalaria menunjukkan cara ini dapat menurunkan risiko malaria hingga 69% dan anemia sebesar 88% pada ibu hamil dibandingkan dengan hanya melakukan pemeriksaan malaria di awal kehamilan.

Namun, ini baru langkah awal karena masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, mulai dari memastikan penerimaan masyarakat hingga mengevaluasi dampak jangka panjang penggunaan obat ini.

Misalnya, apakah bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan obat antimalaria lebih sehat dibandingkan ibu yang menggunakan metode lain? Lalu, bisakah penggunaan obat antimalaria diintegrasikan sepenuhnya ke dalam program kesehatan nasional? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan komitmen berkelanjutan dari semua pihak.

Sebab, obat antimalaria untuk mencegah infeksi malaria pada ibu hamil hanyalah salah satu bagian dari strategi besar eliminasi malaria di Indonesia. Inovasi ini dapat memberikan dampak signifikan jika didukung oleh sistem yang kuat dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan masyarakat.

Perjalanan menuju eliminasi malaria memang masih panjang. Diperlukan edukasi yang lebih baik, pelatihan yang tepat, dan dukungan komunitas yang kuat guna mewujudkan eliminasi malaria di Indonesia.

Ucapan terimakasih kepada penyelenggara pelatihan artikel populer.