Laporan dari Sulawesi Barat: Pengelolaan Bencana di Kala Pandemik oleh dr. Joko Mardiyanto, SpAn. (Alumnus FK-KMK UGM dan MMR, Muhammadiyah Disaster MC) dan Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. (Divisi Bencana PKMK FK-KMK UGM)
Oleh: Lia Rahmawati
Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan telah menyelenggarakan Program Bincang Pagi Raisa Radio terkait Laporan dari Sulawesi Barat: Pengelolaan Bencana di Kala Pandemik oleh dr. Joko Mardiyanto, Sp.An., (Alumnus FK-KMK UGM dan MMR, Muhammadiyah Disaster MC) dan Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. (Divisi Bencana PKMK FK-KMK UGM) , yang diselenggarakan pada, Rabu 20 Januari 2021 Pukul 07.30-08.30 WIB, online via Zoom App, Raisa Radio App, Live Report Youtube Raisa Radio, dan website ph.fk.ugm.ac.id
Narasumber pada Bincang Pagi ini adalah dr. Joko Mardiyanto, Sp.An., (Alumnus FK-KMK UGM dan MMR, Muhammadiyah Disaster MC) dan Apt. Gde Yulian Yogadhita, M.Epid. (Divisi Bencana PKMK FK-KMK UGM). Diskusi dibuka oleh Ghitka selaku MC dan Penyiar Raisa Radio, dan acara dipandu oleh Ibu Madelina Ariani selaku moderator pada program bincang pagi ini.
“Bagaimana situasi penanganan kesehatan dan korban bencana gempa di Sulawesi Barat?” Ibu Madelina.
dr. Joko menjelaskan bahwa “Situasi di lapangan belum terkendali sepenuhnya walaupun upaya-upaya telah dilakukan oleh banyak pihak, khusus dalam kluster kesehatan yang dikomandani oleh kepala pusat krisis kesehatan dr. Budi Sylvana, yang tidak mudah karena bencana kali ini disertai oleh pandemi Covid-19, situasi ini sangat sangat berbeda dengan bencana-bencana yg lain sebelumnya karena terjadinya double burden.”
Apt. Gedema menambahkan bahwa “Kemarin kami sudah berkeliling di puskesmas2 terdampak terutama di mamuju, bencana kali ini berbeda sekali karena selain merespon, kami juga harus mematuhi protokol kesehatan, kondisi disini banyak sekali titik-titik pengungsian sehingga pengungsian tidak terkosentrasi menjadi kecil-kecil, dan membuat kesulitan dari tim dalam upaya screening pada populasi terdampak. Untuk itu kami membutuhkan tim-tim EMT mobile tipe 1 yang lebih banyak.”
“Apakah kondisi tersebut disebabkan oleh ketakutan masyarakat terkait kondisi pandemi COVID-19?” Ibu Madelina
dr. Joko menjelaksan bahwa “Jadi bencana ini berbeda, kalau dibaca resiko bencana adalah ancaman dikali kerentanan dibagi kapasitas. Pada bencana kali ini ancaman menjadi dua kali lipat yaitu bencana gempa bumi dan Covid-19. Berdasarkan rapat koordinasi yang dipimpin oleh kapus krisis dan kepala dinas kesehatan memaparkan sebelum gempa saja gugus tugas Covid-19 disana tidak efektif berjalan, apalagi dimasa gempa sekarang ini. Contohnya saja disebuah tenda yang tingginya tidak sampai 2 meter yang luasnya sekitar 10×20 m dihuni oleh 50 warga, jika dihitung dengan positive rate 5 berapa kira-kira yang dapat positif. Padahal penanganan gempanya saja tidak mudah, sampai sekarang ada beberapa titik yang belum tertangani.”
Apt. Gde menambahkan bahwa “Setiap harinya kami pada jam 9 diadakan rapat kluster pagi dan ada rapat evaluasi malam pada jam 8, seperti yang dijelaskan pak joko tadi adanya perbedaan pada bencana kali ini, kami menambahkan satu kluster lagi yaitu subklaster ambulan, tujuanya agar tim subklaster ambulan dapat melakukan screening awal.”
“Kira- kira dari situasi disana, apakah ada masukan kepada relawan yang akan datang ke situasi bencana guna dapat memberikan pertolongan sekaligus tetap aman di situasi pandemi?” Ibu Madelina
dr. Joko mengungkapkan bahwa “Pertama terkait apa yang kami lakukan kedepan bahwa akan ditentukan bahwa ada satu RS yang khusus untuk Covid yaitu RS regional. Yang jadi masalah adalah ditingkat komunitas, oleh karena itu tim yang dihadirkan seterusnya lebih berfokus pada tingkat komunitas, yang kami sarankan adalah teman-teman relawan memiliki kondisi fisik dan mental yang kuat. Saya menyarankan teman-teman dilapangan untuk beristirahat yang cukup karena jika istirahat kurang akan menurunkan kondisi kesehatan dan meningkatkan potensi penularan Covid-19.”
“Adakah masukan yang harus dipersiapkan untuk daerah lain yang sedang bersiap siaga terhadap potensi bencana yang akan terjadi?” Ibu Madelina
Apt. Gede menjelaskan bahwa “Kita baru kali ini mendapat pelajaran yang berharga bagaimana penanggulangan kondisi bencana kali ini membuat apa yang disebut self-sustainability menjadi penting sekali dan untuk daerah lain diharapkan tetap menjaga alur pelayanan Covidnya, karena yang ditemukan disini satgas Covidnya saja bubar. Bahkan beberapa dari tenaga kesehatan seperti dari dinkes dan puskesmas disana yang ikut mengungsi sehingga terjadi kesimpangsiuran alur dan informasi data terkait Covid-19. Sehingga untuk kedepan harus ada backup plan sehingga alur atau data Covidnya tidak hilang.”
dr. Bella Donna menambahkan pendapat terkait penyusunan pedoman bencana pada situasi pandemi, dr. Bella menyatakan bahwa “Sebenarnya di Kemenkes dan Kemensos atau dari yang lain sudah banyak panduan tentang bagaimana relawan dan tenaga kesehatan menangani kondisi bencana dalam situasi pandemi, sehingga jika dibaca dari situ setiap relawan yang akan berangkat sudah paham apa yang harus dipersiapkan. Contohnya kita menurunkan tim dari ugm yang melalui banyak pertimbangan, seperti screening kesehatan, umur yang lebih muda dan sampai disana apakah strategi dalam pemeriksaan pasien dan berapa hari tim relawan akan di swab untuk pemeriksaan Covid. Jadi harapan saya untuk relawan yang akan berangkat harus dipersiapkan dengan matang, untuk pemerintah harus menguatkan dan berkonsentrasi pada penanganan pandemi dan pencegahanya, karena dengan intensitas bencana di Indonesia, bencana pada kondisi pandemi pasti akan terjadi.”
Ibu Mardiani Mangun (IBI) juga menambahkan pendapat bahwa “Kami telah menurunkan tim yang pertama dari IBI yang berjumlah 10 orang pada hari minggu. Seperti yang disampaikan ibu bella, kami menentukan relawan juga sudah menyeleksi berdasarkan panduan-panduan yang ada. Sebaiknya tim di lapangan atau tim yang ada di posko kesehatan seharusnya ada keterangan rapid test Covid-19.”
Dan terahir dr. Joko menyampaikan bahwa “Bencana ini tentu tidak dapat cepat selesai oleh karena itu koordinasi dan kolaborasi pada semua tim harus padu dan terkoordinasi dengan baik. Jadi siapapun dan dari pihak manapun tim yang akan berangkat harus selalu berkoordinasi sehingga akan diatur dan menjadi efektif. Prioritas tim yang diperlukan adalah tim yang berfokus pada komunitas untuk mencegah penularan Covid-19 di komunitas.”
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!