Bincang Pagi bersama Dosen Muda Departemen HPM dr. Tiara Marthias, MPH., Ph.D (Candidate): Apakah Perlu Ambil S3?

Oleh: Lia Rahmawati

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan telah menyelenggarakan Program Bincang Pagi Raisa Radio bersama dr. Tiara Marthias, MPH., Ph.D (Candidate) dengan tema “Apakah Perlu Ambil S3?” yang diselenggarakan pada, Selasa 19 Januari 2021 Pukul 07.30-08.30 WIB, online via Zoom App, Raisa Radio App, dan website ph.fk.ugm.ac.id

Narasumber pada Bincang Pagi ini adalah dr. Tiara Marthias, MPH., Ph.D. (Candidate) (Dosen HPM FK-KMK UGM). Diskusi dibuka dengan pengantar oleh dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D. (Dosen HPM FK-KMK UGM), dan acara dipandu oleh Ghitka Nabila selaku MC pada Bincang Pagi pada hari ini.

“Pengalaman Ibu Tiara saat S1 dan S2 yang memotivasi untuk melanjutkan S3” Tutur Ghitka

Ibu Tiara mengungkapkan bahwa “Jadi kilas balik kebelakang yaitu mengapa kita perlu sekolah atau ambil degree? Sebenarnya sekolah bukan untuk mencari gelar, tetapi untuk membentuk structure thinking. Jadi bagaimana kita mengidentifikasi sebuah masalah kemudian ada logical thinkingnya dari masalah tersebut, penyebab serta solusi yang didapatkan. Kemudian kembali lagi mengapa kita sekolah, yaitu karena menurut saya dosen-dosen hanya membuat structure saja, bukan memberikan solusi, sehingga kita bisa belajar untuk memecahkan masalah pada saat di dunia kerja ataupun di lingkungan masyarakat. Saya tidak menyesal mengambil S2 karena saya merasa mendapat perspektif yang lebih luas tentang kesehatan masyarakat itu sendiri. Pada saat mengambil S2, kita sendiri perlu ada cita-cita untuk mendapat skill seperti apa atau logical thingking seperti apa. S2 dan S3 sama halnya seperti sekolah yaitu hanya melatih logical thinking, dan semua sekolah seperti itu. Untuk masalah skill ataupun knowledge bisa kita dapatkan di banyak hal, seperti pelatihan-pelatihan yang ada di dinas, di rumah sakit, atau ditempat kita kerja itu semua memberi knowledge, dan untuk sekolah sendiri memberikan structure.”

“Mengapa kita disarankan untuk mengambil S3? Atau adakah faktor lain yang bisa didapatkan jika kita mengambil S3?” Tutur Ghitka

Ibu Tiara menceritakan bahwa “Setelah S2 saya kembali ke PKMK (Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan), dan disana lebih banyak riset dan konsultasi. Saya disana mulai dari tahun  2011-2016, dan disitu cocok untuk yang baru lulus S2 yaitu sebagai peneliti muda yang membantu misalnya pembuatan proposal, pengumpulan data, analisis, dan sebagainya. Karena saya ingin menjadi peneliti dan saya suka analisis data, setelah 4 tahun di pkmk, memang harus di upgrade kemampuannya, dan saya merasa perlu ada ahli lain yang perlu dipelajari. Karena setelah 4 tahun bekerja sebagai S2 di PKMK, sepertinya sudah mentok, dan perlu untuk sekolah lagi.

Kemudian untuk menjawab pertanyaan, apakah perlu ilmu S3? Karena lulusan S3 biasanya cita-citanya menjadi peneliti atau dosen, dan dosen itu harus peneliti, perlu atau tidak nya tergantung dari kebutuhan sendiri. Karena mengambil S3 itu 4 tahun hidup kita hanya mengerjakan satu hal, fokus pada suatu bidang yang memang ingin digeluti. Dan tidak semua pekerjaaan mengharuskan untuk mengambil S3 karena dirasa S1 atau S2 saja sudah cukup. Jadi jika dirasa tidak perlu, maka tidak usah mengambil S3, karena kembali lagi pada pembahasan pertama yaitu sekolah bukan semata-mata untuk mencari gelar.”

“Apa yang bisa didapakan di S3?” Tutur Ghitka

Ibu Tiara menjelaskan bahwa “Kenapa saya tidak mengambil S3 di Indonesia, dan saya lebih menyarankan kalau bisa kuliah di luar negeri, karena pertama yaitu network, jika kita sudah bekerja di Indonesia kita sudah punya network  di Indonesia, dan tentunya kita bisa sekaligus untuk mengembangkan networ di luar negeri. Yang saya lakukan kebanyakn saat S3 bukan hanya fokus mengerjakan S3 saja, karena setelah satu tahun saya di S3, saya merasa stress juga jika hanya disuruh untuk mengerjakan satu hal saja, mungkin karena kebiasaan saya yang sudah bekerja di PKMK yang banyak mengerjakan projek yang sedang berjalan, sehingga pada saat S3 hanya mengerjakan satu hal yaitu tesis ini saya merasa kurang produktif, dan jadinya hanya mentok. Karena bisa dikatakan bahwa pada saat S3 ini kita hanya sendiri, dan supervisor kita hanya eksternal, dan hal itu membuat stress karena kita hanya sendirian. Kemudian pada tahun kedua saya mengerjakan ha lain, dan akhirnya saya mendaftar Fellowship yang sempat membawa saya berkunjung ke Kuba, Harvard, Inggris, Vietnam, dan New York.”

“Apa yang perlu di persiapkan untuk S3?” Tutur Ghitka

Ibu Tiara menjelaskan bahwa “Yang paling penting adalah bahasa inggris, karena akan susah jika bahasa inggrisnya kurang. Dan saya mengerti alasan mengapa IELTS mengharuskan writing minimal 7. Dan sepengalaman saya untuk proposal awal memang hanya sedikit direview karena memang akan berubah total. Kemudian yang paling penting yaitu luruskan niat.”

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.