Wawancara dengan Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D: Masuk Daftar 10 Ilmuwan Berpengaruh di Dunia versi Jurnal Ilmu Pengetahuan NATURE
Oleh: Lia Rahmawati
Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan telah menyelenggarakan Program Bincang Pagi Raisa Radio dengan tema Wawancara dengan Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D: Masuk Daftar 10 Ilmuwan Berpengaruh di Dunia versi Jurnal Ilmu Pengetahuan NATURE yang diselenggarakan pada:
Hari/Tanggal : Senin, 18 Januari 2021
Jam : 07.30 – 08.30 WIB
Tempat : Online via Zoom App, Raisa radio App, dan website ph.fk.ugm.ac.id
Narasumber pada Bincang Pagi ini adalah Prof. dr. Adi Utarini, M.Sc., MPH., Ph.D (Guru Besar FK-KMK UGM). Diskusi dibuka dengan pengantar oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, Ph.D (Ketua Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM), dan acara dipandu oleh Ghitka Nabila selaku MC pada Bincang Pagi pada hari ini.
“Bagaimana tanggapan Prof Adi Utarini pertama kali mengetahui jika Prof masuk kedalam 10 ilmuan berpengaruh di dunia versi majalah Nature?” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini mengungkapkan bahwa “Reaksi saya terkejut pastinya, karena sebenarnya kalau bahasa ‘nature’ sendiri itu sangat rendah hati, jadi ini bukan sebuah penghargaan yang sifatnya kita diminta berkompetensi. Prosesnya wawancara biasa, dan diminta cerita tentang penelitiannya dan mulai agak sedikit curiga karena mendatangkan fotografer ke jogja. Kira-kira 15 desember kami diberi tahu bahwa artikel akan di publish untuk masuk dalam jurnal Nature yaitu 10 ilmuwan berpengaruh di dunia. Tentu disyukuri, dan kami apresisasi tentu untuk semua peneliti di Indonesia, dan juga pemerintah yang juga memberikan perhatian kepada peneliti Indonesia.”
“Kilas kembali 10 tahun yang lalu saat penelitian dimulai, apa yang membuat Prof termotivasi dan konsisten untuk melakukan penelitian tersebut?” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini menjelaskan bahwa “Kenapa demam berdarah, karena pertama demam berdarah merupakan penyakit yang populer di masyarakat, jika merujuk WHO, dengue termasuk dalam neglected diseases atau penyakit yang masih terabaikan. Penyakit ini belum memiliki obat yang spesifik untuk mengendalikan virus demam berdarah sendiri. Banyak upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia sebelumnya namun belum dapat mengatasi dan mengendalikan demam berdarah. Kemudian kami berkolabrasi dengan Monash University, Australia yang kemudian kami melepaskan “nyamuk baik”, nyamuk dengan Wolbachia. Hasil dalam penelitian ini baik di laboratorium dan masyarakat dapat menekan virus perkembangan dbd di tubuh nyamuk, sehingga ketika Nyamuk dengan Wolbachia menggigit manusia virus dbd tidak tertular ke manusia. Awal penelitian dilakukan di Monash Australia, yang kemudian UGM berkontribusi dan berperan besar untuk membuktikan hal yang ditemukan di laboratorium dan ketika diterapkan di masyarakat, masyarakat dapat menerima dengan baik dan hasilnya bisa menurunkan kejadian dengue sebesar 77%, hal inilah yang membuat nature tertarik.”
“Bagaimana proses penelitian ini?” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini menjelaskan bahwa “Peneitian dimulai dari 2011, dan saat itu dipimpin oleh dr. Egi Arguni, M.Sc., Ph.D., Sp.A. Dan saya baru bergabung di tahun 2013, dan sampai saat ini masih berjalan terus.”
“Kejadian yang paling diingat dalam penelitian ini” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini mengungkapkan bahwa “Yang selalu menarik adalah dinamika masyarakat, yang mana masyarakat bersama-sama memahami dan menerima teknologi Wolbachia ini, berbeda dengan pendekatan yang dilakukan selama ini yang selalu berusaha mengurangi breeding place, penelitian ini malah melepaskan nyamuk dalam bentuk telur nyamuk yang ber-Wolbachia, yang menjadi penting adalah memahami masyarakat sehingga tidak terjadi miss. Kami kumpulan tokoh-tokoh masyarakat, puskesmas, walikota, kemudian kita mengundi mana wilayah yang kita beri intervensi dan kelompok kontrol. Kemudian yang membuat saya terharu (2017) dimana ada satu masyarakat yang merasa kecewa karna wilayahnya tidak menjadi wilayah intervensi.”
“Apa hasil dan manfaat penelitian?” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini menjelaskan bahwa “Ketika hasil penelitian menunjukan efektivitas 77% pada kelompok intervensi sebelumnya, satu bulan kemudian kami sudah melepaskan nyamuk di wilayah kontrol, dan sampai januari ini sudah selesai kami melaukan intervensi pada kedua kelompok penelitian, dan kita sudah memastikan seluruh wilayah kota Jogja sudah tercover dengan nyamuk berwolbachia, dan kita menunggu nyamuk tersebut berkembang biak.”
“Bagaimana proses kembang biak dan cara menyebarluaskan nyamuk dengan Wolbachia?” Tutur Ghitka
Prof. Adi Utarini menjelaskan bahwa “Menyebarluaskannya dalam bentuk telur, memakai ember paling kecil, kemudian ember diberi lubang pinggirnya, ember kemudian di isi telur nyamuk, kemudian di beri air, diberi pellet, lalu ember dititipkan dimasyarakat. Setiap 2 minggu ember di ganti dan diberi telur lagi dan pellet, dan begitus seterusnya sampai kurang lebih 12-14 kali. Hal ini tidak dilakukan disetiap rumah, tapi berjarak 30-50 meter. Sehingga waktu itu terdapat sekitar 8 ribu ember yang kita titipkan ke masyarakat. Dan itu dilakukan pada masyarakat yang sebagai wilayah intervensi, dan pada wilayah kontrol melaksanakan yang dilakukan pemerintah seperti 3M.”
“Bagaimana cara membagi waktu agar tetap konsisten?” Tanya dr. Valentina
Prof. Adi Utarini menjelaskan bahwa “Saya berusaha untuk tidak multitasking, bagi sebagian orang bisa melihat orang yang bisa multitasking itu sangat luar biasa, tapi multitasking memberikan resiko tidak bisa melakukan sesuatu dengan versi terbaik kita.”
“Apakah metode pengendalian vector ini memungkinkan digunakan untuk penyakit lain prof ?” Tanya Dr. Diah Ayu Puspandari
Prof. Adi Utarini mengungkapkan bahwa “Saat ini penelitian di laobratorium, dengue, cikungunya, dan zica, dan yellow fever sedangkan pembuktian di masyarakat di Indonesia lebih mengutamakan dengue. Untuk cikungunaya kasus nya sedikit dan zica tidak ada, sehingga khususnya zica akan dilakukan penelitian di Brazil.”
“Apakah dalam proses ada sesama ilmuwan yang meragukan proses itu, dan bagaimana mengatasi keraguan sesama ilmuwan.” Tanya Ibu Siti Helmiyati
Prof. Adi Utarini mengungkapkan bahwa “Tantangan bisa dari dalam dan luar, tantangan dari luar bisa dari peneliti lain, bisa juga dari pihak masyarakat dan policy maker. Harus disikapi dengan berbagai cara, yang pertama kita sebagai peneliti berusaha bersikap positif dengan pernyataan dan pertanyaan peneliti lain, cara kita merespon komunikasi antar peneliti menjadi penting. Berusaha memahami dan melihat konteksnya. Melawan secara baik dengan mempublish penelitian kita. Saya percaya sebuah hal yang baik pasti akan diberi pertolongan oleh Tuhan.”
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!