Bincang-bincang Pagi dengan Tema Peran KKP untuk Pencegahan Penyebaran COVID-19

Oleh: Lia Rahmawati

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan telah menyelenggarakan Program Bincang Pagi Raisa Radio bersama Bapak Solihin, SKM., MPH., (Kepala KKP Samarinda dan Alumnus SIMKES S2 IKM) dengan tema “Apakah Perlu Ambil S3?” yang diselenggarakan pada, Kamis 21 Januari 2021 Pukul 07.30-08.30 WIB, online via Zoom App, Raisa Radio App, dan website ph.fk.ugm.ac.id

Narasumber pada Bincang Pagi ini adalah Bapak Solihin, SKM., MPH., (Kepala KKP Samarinda dan Alumnus SIMKES S2 IKM). Diskusi dibuka dengan pengantar oleh dr. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D. (Dosen HPM FK-KMK UGM), dan acara dipandu oleh Ghitka Nabila selaku MC pada Bincang Pagi pada hari ini.

“Apa Definisi dan Peran KKP di Indonesia?” Tutur Ghitka.

Bapak Solihin menejelaskan bahwa “Terdapat UU No. 1 Tahun 1962 tentang Kekarantinaan Kesehatan atau Karantina Laut, kemudian UU No. 2 Tahun 1962 tentang Karantina Udara, dan kemudian direvisi pada tahun 2018 menjadi Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina, dan sudah termasuk karantina laut, darat dan udara. Jika saya definisikan KKP dalam hukum yaitu UU Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018. Terkait tugas pokok dan fungsi KKP, tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 2348 Tahun 2008 yang kemudian direvisi dengan Permenkes No. 356 Tahun 2011, dan direvisi kembali menjadi Permenkes No. 77 Tahun 2020, dan disitu disampaikan bahwa berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan tersebut menetapkan bahwa KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan) merupakan unit pelaksanaan teknis yang melaksanakan tugas di bidang cegah tangkap, keluar atau masuknya penyakit, dan atau faktor resiko kesehatan di pintu masuk negara. Kami berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, dan merupakan salah satu UPT Kementerian Kesehatan yang ada di daerah. Terdapat 49 KKP yang tersebar luas di seluruh daerah di Indonesia, dan KKP Samarinda merupakan salah satu dari 49 KKP tersebut. Adapun tugas-tugas kami dikantor Pelabuhan yaitu, melakukan pecegahan / penangkalan penyakit, dan melakukan kegiatan-kegiatan yaitu survailans epidemiologi di pintu masuk, tindakan kekarantinaan di pintu masuk, pengendalian dampak resiko lingkungan, pelayanan kesehatan, pengawasan obat, makanan dan kosmetika, pengamanan terhadap penyakit baru dan penyakit yang muncul kembali serta pengamanan terkait radiasi pengion dan non-pengion biologi dan kimia.”

“Apa yang dilakukan KKP pada masa pandemi COVID-19, dan apakah terdapat kerjasama dengan instansi lain?” Tutur Ghitka.

Bapak Solihin menjelaskan bahwa “Sesuai dengan UU Karantina Kesehatan No. 6 tahun 2018 khususnya pasal 39, disitu diamanatkan bahwa apabila ada pelaku perjalanan yang datang dari negara atau wilayah terjangkit, maka pejabat karantina kesehatan harus melakukan yaitu, skrining kesehatan, pemeriksaan kesehatan, cek kartu kesehatan, pengambilan sampel apabila dibutuhkan, dan tindakan kekarantinaan. Sebelumnya tugas KKP fokus kepada kapal-kapal asing atau pesawat asing yang masuk, apabila ada kapal yang datang dari negara terjangkit kami menjalankan yang disebutkan pada pasal 39 tersebut, namun disitu juga disebutkan wilayah terjangkit. Saat ini kita tahu bahwa Indonesia terdiri dari 34 provinsi yang terjangkit pandemi COVID-19, dan sudah 510 kabupaten/kota terjangkit, artinya kami melakukan tugas yang sudah disebutkan tadi disemua alat angkut, baik domestik atau internasional. Di KKP Samarinda sendiri yang terdiri dari 80 orang, 25% diantaranya terkonfirmasi positif COVID-19, dan itu merupakan resiko dari kami, kami harus siap dan itulah yang harus kami lakukan. Pada dasarnya ada 3 garis besar yang kami lakukan yaitu pencegahan, deteksi dini, dan respon. Untuk deteksi, kami melakukan deteksi suhu kepada seluruh pelaku perjalanan, baik itu awak kapal ataupun penumpang kapal atau pesawat, apabila terdeteksi suhu tinggi untuk kemudian dipisahkan dari penumpang lain dan kemudian dilakukan wawancara serta evaluasi lebih lanjut. Untuk respon, jika ditemukan pelaku perjalanan deteksi ringan dengan gejala pneumonia diatas alat angkut, maka petugas KKP melakukan pemeriksaan dan penanganan atas alat angkut. Apabila dinyatakan terkonfirmasi, maka kami melakukan rujukan untuk di isolasi ke rumah sakit atau ruang isolasi yag tersedia di daerah. Kemudian kami juga melakukan kegiatan survailans berupa contact tracing terhadap awak kapal atau penumpang yang dinyatakan terkonfirmasi. Demi Kesehatan negara dan dengan dasar hukum yang kuat kami berhak dan memiliki kewenangan untuk menyatakan bahwa kapal dalam status karantina. Kemudian kami tetap membantu setelah ada yang terkonfrimasi, lalu kami turunkan untuk di isolasi, dan untuk kapal dilakukan disinfeksi, dan jika sudah dinyatakan clear atau aman maka status karantina pada kapal tersebut kami cabut.

Untuk keterkaitan dengan instansi lain, KKP tentu tidak bekerja sendirian, misalnya Imigrasi, Beacukai, Dinas Perhubungan, Otoritas Bandara, Otoritas Pelabuhan, Unit Pelaksana Teknis yang ada di Pelabuhan, TNI, POLRI, Operator Pelabuhan, Operator Bandara, dan juga termasuk maskapai penerbanagan dan Operator Kapal. Untuk instansi Kesehatan yaitu Dinas Kesehatan baik kabupaten/kota, Laboratorium Kesehatan Daerah, dan Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan.”

“Kendala apa saja yang sering di temui KKP pada saat penanggulangan COVID-19?” Tutur Ghitka

“Bapak Solihin mengungkapkan bahwa “Kedala yang kami hadapi yaitu terkait SDM baik kuantitas ataupun kompetensi. Dan dengan kebijakan dari Kementerian Kesehatan kami boleh untuk merekrut relawan, oleh karena itu hal ini sudah teratasi walaupun belum sepenuhnya. Terkait dengan SDM, kami dari Kantor Kesehatan Pelabuhan tidak ada kesempatan untuk WFH, berbeda dengan beberapa instansi lain yang memiliki kesempatan untuk WFH.

Saya menghimbau kepada masyarakat jika tidak ada hal yang sangat mendesak diharapkan untuk tidak meakukan perjalanan. Akan tetapi jika memang ada kepentingan yang mendesak, maka tetap memastikan kondisi tubuh sehat, menyiapkan dokumen perjalanan yang sesuai dengan tujuan perjalanan dan secara nasional untuk perjalanan dengan kapal atau pesawat diwajibkan untuk Rapid Test Antigen yang berlaku 2 hari untuk udara dan tiga hari untuk kapal laut, kemudian diwajibkan untuk mendownload dan mengisi EHAC, dan jangan lupa untuk menerapkan protokol kesehatan selama dalam perjalanan.”

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.