Bincang Pagi bersama DR. dr. Sutoto Alumni TOPIK: Upaya KARS menjadi Lembaga Akreditasi Internasional

Oleh: Lia Rahmawati

Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan telah menyelenggarakan Program Bincang Pagi Raisa Radio bersama DR. dr. Sutoto, M.Kes (Alumnus MMR UGM dan Ketua Eksekutif KARS) dengan tema “Upaya KARS menjadi Lembaga Akreditasi Internasional” yang diselenggarakan pada, Senin 25 Januari 2021 Pukul 07.30-08.30 WIB, online via Zoom App, Raisa Radio App, dan website ph.fk.ugm.ac.id

Narasumber pada Bincang Pagi ini adalah DR. dr. Sutoto, M.Kes(Alumnus MMR S2 IKM UGM dan Ketua Eksekutif KARS). Diskusi dibuka dengan pengantar oleh Dr. dr. Andreasta Meliala, DPH., M.Kes., MAS. (Ketua Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan FK-KMK UGM ), dan acara dipandu oleh Ghitka Nabila selaku MC pada Bincang Pagi pada hari ini.

“Kapan keberadaan KARS sebagai lembaga akreditasi rumah sakit?” Tutur Ghitka

dr. Sutoto menjelaskan bahwa “KARS didirikan pada tahun 1995 oleh Departemen Kesehatan, sehingga masih berada dibawah departemen kesehatan. Pada tahun 2009 keluar Undang-Undang Rumah Sakit, dimana pasal 40 menyebutkan bahwa rumah sakit wajib akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali, dan di akreditasi oleh Lembaga Independent baik dari dalam maupun luar negeri. Artinya KARS tidak boleh berada dibawah departemen kesehatan, sehingga KARS harus keluar dan menjadi lembaga independent berdasarkan amanat UU Rumah Sakit. Lembaga Independent yang melakukan akreditasi rumah sakit di Indonesia bisa berasal dari dalam ataupun luar negeri, artinya KARS berdasarkan Undang-Undang harus bisa bersaing juga dengan Lembaga akreditasi luar negeri. Pada UU Cipta Kerja pasal 40, Lembaga Independent yang dimaksud ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Oleh karena itu KARS harus memiliki standar yang sama dengan lembaga dari luar negeri, yang memakai Standar Internasional. Sejak keluar Undang-Undang Rumah Sakit inilah akhirnya KARS menjadi member dari ISQUA (The International Society for Quality in Health Care).”

“Seberapa penting rumah sakit mendapat akreditasi dan setelah diakreditasi akan memperoleh  manfaat seperti apa?” Tutur Ghitka

dr. Sutoto mengungkapkan bahwa “Untuk yang pertama rumah sakit memiliki lembaga untuk konsultasi mutu dan keselamatan pasien, yang kedua rumah sakit bisa melakukan evaluasi sejauh mana kesesuaian pelayanannya dengan standar yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan maupun didalam standar profesi, dan disamping itu juga bisa menjadi alat negosisasi dengan berbagai perusahaan asuransi kesehatan, karena sekarang kita juga melihat bahwa asuransi kesehatan menyaratkan akreditasi rumah sakit untuk meminta jaminan bahwa pelayanan sudah sesuai dengan standar. Selain itu juga akan meningkatkan kepercayaan masyarakat karena rumah sakit sudah memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, standar yang dipakai oleh KARS adalah standar nasional maupun standar internasional.”

“Apakah di luar negeri ada lembaga akreditasi juga untuk rumah sakit, dan apa landasan hukum akreditasi rumah sakit di Indonesia?”Tutur Ghitka

dr. Sutoto menjelaskan bahwa “Hampir seluruh dunia ada lembaga akreditasi yang memiliki sebutan berbeda-beda di setiap negara, dan semuanya menjadi member dari ISQUA. Mengenai landasan hukum akreditasi, untuk sekarang ada UU Cipta Kerja yang merupakan revisi dari UU Rumah Sakit, yang isinya kurang lebih masih sama yaitu akreditasi rumah sakit dilakukan minimal 3 tahun sekali dan dilakukan oleh Lembaga Independent baik dari dalam maupun luar negeri yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.”

“Mengapa KARS sebagai lembaga akreditasi di Indonesia harus terakreditasi di lembaga akreditasi internasional?” Tutur Ghitka

dr. Sutoto menjelaskan “Dulu KARS memakai standar yang disusun sendiri-sendiri dan belum menjadi member dari ISQUA, hingga kemudian keluarlah UU Rumah Sakit. Dampaknya yaitu karena KARS tidak dikenal di dunia internasional sehingga rumah sakit juga quality-nya tidak di kenal di dunia internasional, yang menakibatkan rumah sakit di Indonesia kurang mendapat kepercayaan dari asuransi asing (asuransi internasional). Sehingga dulu pernah terjadi kecelakaan lalu lintas dimana yang kecelakaan adalah orang asing yang memiliki asuransi internasional, dan kemudian orang tersebut memberitahu kami untuk menghubungi asuransinya dan pasien dijemput dengan helicopter. Kemudian saya tanya akan dibawa kemana dan dijawab akan dibawa ke Singapore, jadi tidak dibawa ke Jakarta atau kota-kota lain di Indones. Hal tersebut dikarenakan lembaga akreditasi kita pada saat itu belum menjadi member dari lembaga akreditasi internasional dan standarnya juga belum mengikuti standar internasional.”

“Apakah strategi KARS dalam rangka menjadi lembaga akreditasi mengingat saat ini adalah kondisi pandemi COVID-19? Dan sasaran RS negara mana yang menjadi target akreditasi tersebut?” Ibu Erna Suyati

dr. Sutoto menjelaskan bahwa “Di era pandemi ini berdasarkan surat edaran Menteri Kesehatan kegiatan akreditasi untuk sementara dihentikan sampai dicabutnya surat edaran tersebut. Setelah surat edaran tersebut dicabut kami akan membangun sebuah sistem akreditasi online sehingga surveyor tidak perlu datang ke rumah sakit, dan sistem ini sudah kami bangun sejak awal pandemi. Disamping itu, kami terus menerus meningkatkan knowledge dari para surveyor dengan berbagai kegiatan, diantaranya edukasi surveyor berkelanjutan yang dilaksanakan setiap minggu sekali, pelatihan IT menggunakan google form, videografis, infografis, dan lain sebagainya. Kami juga mendorong anggota KARS mengikuti fellowship dari International Society for Quality in Health Care (ISQUA).

KARS memiliki divisi untuk KARS Internasional dimana hal ini berbeda dengan akreditasi nasional, dan sudah ada 17 rumah sakit di Indonesia yang sudah lulus KARS Internasionl, dan 7 rumah sakit yang sedang dalam proses akan tetapi karena pandemi jadi tertunda. Jika memungkinkan kita akan masuk ke negara-negara yang belum ada lembaga akreditasinya supaya mereka lebih mengenal dan menggunakan akreditasi KARS Indonesia. Untuk di Indonesia sendiri sudah 2470-an rumah sakit yang sudah terakreditasi, tetapi masih ada sekitar 450-an rumah sakit yang belum akreditasi.”

“Seberapa penting Indonesia harus memakai standar internasional dari ISQUA dan sertifikasi internasional apa yang sudah dicapai oleh KARS dari ISQUA?” Tutur Ghika

dr. Sutoto menjelaskan bahwa “Jika lembaga akreditasi di Indonesia tidak menjadi member dari lembaga akreditasi internasional dan tidak terakreditasi, maka nama Indonesia tidak dikenal di dunia internasional, dan hal itu tentu berdampak untuk rumah sakit di Indonesia walaupun sudah terakreditasi oleh lembaga akreditas nasional. Karena untuk asuransi, akreditasi menjadi sangat penting untuk bisa memberikan pelayanan kepada asuransi-asuransi kesehatan di berbagai negara. KARS sendiri untuk di ISQUA memiliki 3 akreditasi/sertifikasi, yaitu lembaganya, surveyor training program, dan standarnya.”

“Proses akreditasi nasional ataupun internsional membutuhkan waktu berapa lama?” Tutur Ghitka

dr. Sutoto menjelaskan “Untuk rumah sakit baru dengan komitmen yang tinggi dari pimpinan dan pemilik kira-kira 4 bulan sudah cukup untuk mempersiapkan dokumen -dokumen. Jika sudah lulus, kemudian rumah sakit mempunyai tim asesor internal untuk mengontrol apakah staf mematuhi standar-standar atau tidak, maka jika ada  re-akreditasi tidak perlu lagi mempersiapkan dokumen-dokumen.”

“Standar apa yang paing sulit dipenuhi oleh rumah sakit sekarang ini?” dr. Andre

dr. Sutoto menjelaskan “Berdasarkan dari database di sistem IT kami selama 5 tahun akreditasi, skor paling rendah yaitu untuk standar manajemen komunikasi informasi dan pendidikan pasien dan keluarga, dan 2 hal ini yang merupakan kelemahan rumah sakit di Indonesia. Oleh karena itu, kami melakukan perubahan dimana manajemen komunikasi langsung kita sambungkan dengan edukasi, sehingga standarnya diubah menjadi menajamen komunikasi edukasi. Sedangkan informasi yang sebelumnya hanya informasi saja, kami tambahkan dan tekankan pada rekam medis.”

“Pada konsep akreditasi internasional bagaimana dengan adanya dokter dan tenaga kesehatan asing  yang bertugas di RS di Indonesia?” Ibu Erna Suyati

dr. Sutoto menjelaskan bahwa “Hakikat akreditasi adalah kepatuhan terhadap peraturan Perundang-Undangan dan kesesuaian dengan standar-standar yang di tetapkan, termasuk juga peraturan dari Konsil kedokteran Indonesia dan juga perhimpunan-perhimpunan profesi. Sehingga untuk tenaga asing juga harus mengikuti standar-standar yang sudah ditetepkan.”

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.